Ketika Mu’awiyah menjadi khalifah umat Islam, ia berkunjung ke Madinah dan memerintahkan Ibnu Abbas, anak paman Ali bin Abi Thalib As, untuk datang menghadapnya.
Saat Ibnu Abbas datang, dgn rasa jengkel ia berkata kpd Ibnu Abbas: “Aku dengar sampai saat ini pun kamu terus menerus membicarakan keutamaan Ali bin Abi Thalib! Bukankah kamu tahu aku telah melarang siapapun untuk menyebut keutamaan Ali? Apa kamu tidak takut padaku yg dapat menghukummu seperti apapun kumau?”
Ibnu Abbas berkata: “Seluruh penduduk Madinah menjadi saksi bahwa aku tidak mengerjakan apapun selain menafsirkan Al Qur’an? Dan apa yang kutafsirkan memang benar-benar tafsir yg sebenarnya dan aku tidak mengada-ada, karena aku dengar bahwa Nabi Saw berkata, “Orang yang menafsirkan Al Qur’an menurut pendapatnya sendiri, maka bersiap-siaplah ia masuk neraka.”
Mu’awiyah berkata: “Silahkan menjelaskan tafsir Al Qur’an. Tapi jangan sampai kamu menyebut-nyebut keutamaan Ali bin Abi Thalib!”
Ibnu Abbas menjawab: “Tak ada cara lain. Misalnya saat aku membaca ayat “Dan mereka memberi makan atas dasar cinta kepada orang miskin, anak yatim dan tawanan”[1], orang-orang suka bertanya padaku siapakah yg dipuji-puji Allah swt dalam ayat itu? Aku terpaksa harus katakan bahwa mereka adalah Ali, Fathimah, Hasan dan Husain. Kalau aku tidak katakan itu, berarti aku berbohong dan itu dilarang Nabi Saw .”
Muawiyah kesal dan berkata: “Kalau begitu tafsirkan saja ayat-ayat selain itu… Memangnya ayat Qur’an hanya itu saja?”
Ibnu Abbas melanjutkan: “Saat aku membaca ayat yg berbunyi: “Wahai Nabi, sampaikanlah apa yg telah diturunkan Tuhan kepadamu, jika engkau tak sampaikan maka artinya engkau belumn menunaikan risalahmu. Dan Allah menjagamu dari bahaya siapapun.”[2], mereka bertanya kepadaku tentang hal apakah yg diperintahkan Allah untuk disampaikan itu yang sebegitu pentingnya, yg jika tidak disampaikan maka artinya risalah kenabian sia-sia? Aku pun terpaksa menjawab bahwa saat itu Nabi sedang berada di Ghadir Khum, diperintahkan Tuhannya untuk menyampaikan bahwa Ali bin Abi Thalib As adalah khalifah pengganti Nabi tanpa sela. Jika aku tidak berkata begitu artinya aku menyelewengkan tafsir Al Qur’an dan itu dilarang Nabi Saw .”
Mu’awiyah lebih jengkel lagi dan berkata sama: “Tafsirkan saja ayat-ayat selain itu!”
Ibnu Abbas terus berkata: “Dengarlah ayat ini. Allah Swt berfirman: “Wahai orang2 yg beriman, jika kalian berbincang-bincang dgn Rasulullah Saw maka sebelum itu hendaknya kalian bersedekah.”[3].
Mereka bertanya, apakah ada orang yang mengamalkan ayat itu? Aku pun terpaksa menjawab, ya, hanya Ali bin Abi Thalib As yang mengamalkan ayat itu. Padahal ia tidak punya lebih dari satu Dinar, namun satu dinar itupun ia sedekahkan agar bisa berbincang dengan Nabi Saw . Dengan demikian aku menafsirkan ayat itu secara benar. Aku sama sekali tidak berani berbohong dalam menafsirkan Al Qur’an.”
Mu’awiyah tetap berkata sama: “Baca ayat-ayat selain itu.”
Ibnu Abbas terus menyebutkan ayat lainnya: “Allah Swt juga pernah berfirman: “Di antara orang2 itu ada yg menjual dirinya demi mencari keridhaan Tuhan. Allah maha pengasih pada para hambanya.”[4]
Orang2.bertanya tentang ayat itu bahwa siapakah yg dimaksud ayat tersebut?
Aku jawab dengan jujur bahwa Ali bin Abi Thalib lah yg dimaksud. Saat itu Ali menidurkan dirinya di tempat tidur Nabi Saw supaya Nabi Saw dpt pergi berhijrah dan orang2 kafir Quraisy tertipu mengira yg tidur itu adalah Nabi Saw . Dengan demikian Ali berani mengorbankan dirinya demi keridhaan Tuhannya. Aku pun tidak bisa berbohong dalam menafsirkan ayat tersebut.”
Mu’awiyah lagi-lagi berkata: “Baca ayat yg lain.”
Ibnu Abbas berkata, “Allah Swt berfirman: “Katakanlah Wahai Muhammad""
Aku tidak meminta apapun dari kalian sebagai balasan selain kecintaan terhadap keluarga(ku).”[5]
Mereka berkata siapakah keluarga itu? Aku pun menjawab mereka adalah Ali, Fathimah, Hasan dan Husain. Begitulah aku menafsirkan ayat itu dengan benar.
Mu’awiyah berkata lagi: “Baca ayat yg lain.”
Ibnu Abbas membaca ayat yang lain: “Allah Swt juga pernah berfirman: “Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan noda dari kalian waha Ahlul Bait dan mensucikan kalian sesuci-sucinya.”[6]
Aku ditanya siapa mereka? Aku jawab mereka adalah Ali, Fathimah, Hasan dan Husain. Demikian kutafsirkan ayat itu dengan jujur dan benar.”
Mu’awiyah terus mengulangi perkataannya: “Baca ayat lainnya.”
Ibnu Abbas berkata: “Saat Rasulullah Saw ditantang sebagian orang untuk adu sumpah dan saling melaknat untuk membuktikan kebenaran kenabian Nabi Muhammad Saw, Allah Swt berfirman:
“Maka katakan wahai Muhammad: Mari kita memanggil anak-anak kita, wanita kita, diri kita, lalu kita bermubahalah supaya Allah melaknat orang yg terbukti pembohong.”[7]
Banyak orang bertanya padaku tentang siapakah anak, wanita dan jiwa Nabi itu?
Aku pun dgn jujur menjelaskan bahwa Rasulullah saw membawa Hasan dan Husain sebagai anaknya, Fathimah Azzahra sebagai wanitanya, dan Ali bin Abi Thalib sebagai jiwanya. Saat itu tidak ada lelaki (dewasa) selain Ali bin Abi Thalib As yang dibawa Nabi Saw untuk bermubahalah.”
Mu’awiyah berkata terus: “Baca ayat lainnya.”
Ibnu Abbas berkata: “Jika aku membaca ayat yg berbunyi: “Sesungguhnya wali kalian adalah Allah, Rasul-Nya, dan orang beriman yg mendirikan shalat dan memberikan zakat dalam keadaan ruku’.”[8]
Lalu aku ditanya siapakah orang yg beriman dan memberikan sedekah dlm keadaan ruku’ itu? Aku menjawab ia adalah Ali bin Abi Thlaib yang menyedekahkan cincinnya saat sedang rukuk’ dalam shalatnya.”
Mu’awiyah tetap berkata sama: “Baca ayat2 selain itu.”
Ibnu Abbas melanjutkan: “Allah Swt pernah berfirman: “Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan; dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yg memberi petunjuk.”[9]
Lalu aku ditanya siapakah orang yg memberi petunjuk itu? Aku jelaskan bahwa ia adalah Ali bin Abi Thalib As. Karena semua perawi hadits pernah meriwayatkan bahwa nabi sendiri yg pernah berkata demikian. Dengan demikian aku menafsirkan Al Qur’an dengan benar.”
Mu’awiyah lagi-lagi berkata: “Baca ayat yg lain.”
Ibnu Abbas berkata: “Allah Swt juga pernah berfirman: “Katakanlah bahwa cukup Allah sebagai saksi antara aku dan kalian, begitu juga orang yg memiliki ilmu kitab (sebagai saksi).”[10]
Lalu aku ditanya siapakah yang dimaksud orang yang memiliki ilmu kitab (pengetahuan yg dlm terhadap Al Qur’an) itu? Aku dgn jujur menjawab ia adalah Ali bin Abi Thalib As. Rasulullah Saw sendiri pernah berkata bahwa beliau adalah kotanya ilmu dan Ali adalah pintunya.”
Mu’awiyah berkata: “Baca saja ayat-ayat yang lannya.”
Ibnu Abbas berkata: “Ada juga ayat yg berbunyi: “Dan berpegang teguhlah kalian terhadap tali Allah bersama-sama dan jangan berpecah belah.”[11]
Lalu aku ditanya siapakah tali Allah itu yg jika kita berpegang teguh padanya dan mengikutinya maka kita akan bersatu?
Maka kukatakan tali Allah itu adalah Ahlul Bait Nabi Saw, yg dipimpin oleh Ali bin Abi Thalib As. Sungguh banyak sekali perawi yang meriwayatkan hadits yg berbunyi: “Wahai umat manusia, aku meninggalkan dua tali untuk kalian. Jika kalian berpegang kepada keduanya, kalian tidak akan tersesat selamanya. Yg satu lebih besar dari satunya. Tali-tali itu adalah Al Qur’an yg menjulur dari langit ke bumi, dan yg satu adalah Ahlul Baitku. Mereka tidak akan terpisah hingga keduanya masuk ke dalam surga.”
Lalu Ibnu Abbas dengan tegas berkata kepada Mu’awiyah, “Wahai Mu’awiyah, jika engkau ingin aku berkata yg lain selain itu dalam menafsirkan Al Qur’an, artinya engkau menyuruhku untuk berbohong dlm menafisrkan kitab Allah, dan aku tidak akan pernah melakukannya.”
[1] Al Insan ayat 8.
[2] Al Maidah ayat 67.
[3] Al Mujadalah, ayat 12.
[4] Asy Syura, ayat 23.
[5] Al Baqarah, ayat 207.
[6] Al Ahzab, ayat 33.
[7] Ali Imran, ayat 61.
[8] Al Ma’idah, ayat 55.
[9] Ar Ra’d, ayat 7.
[10] Ar Ra’d, ayat 43.
[11] Ali Imran, ayat 103.
Seorang Pecinta Imam Ali As tidak akan bisa Menyembunyikan Cintanya Kepada Imam Ali As, sekalipun Di Depan Musuh Allah, Pembenci Imam Ali As Sekalipun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar