Selasa, 24 Desember 2019

Kata tanya atau kata sambung yang berpredikat kata ganti (ini istilah saya saja)


Untuk dapat memahami ini maka kita harus membagi dua buah bidang

Bidang pembaca dengan tata bahasanya
Dan bidang penulis atau sang yang mempunyai ide dengan tata bahasanya

Ketika kata tanya ada dalam satu kalimat maka dia berstatus kata tanya, ini dalam bidang (sisi) pembaca

Tetapi dalam bidang penulis, kata tanya bisa berpredikat sebagai kata ganti

Misalnya 

Budi pergi ke pasar memakai motor Vespa unik
Dia disana membeli baju
Ketika di pasar dia dipalak oleh preman baju biru
Siapakah atau apakah (sama antara) orang yang mempunyai Vespa unik dan dia diikuti Iwan dengan orang preman yang berbaju biru?

Dalam sisi pembaca, "siapakah" atau "apakah" adalah kata tanya bukan kata ganti, 

Akan tetapi dalam bidang penulis atau yang mempunyai ide cerita maka kata "siapa" atau "apakah" adalah sebagai kata ganti orang yang ingin dia ceritakan dalam permisalan atau perbandingan tadi, sebab sebelum penulis mengungkapkan ide menulisnya, dia sudah tau siapa yang dia maksud dalam pertanyaan diatas, yaitu si Budi, maka "siapa" atau "apa" dalam cerita diatas menempati posisi kata ganti disisi penulis, akan tetapi tetap menjadi kata tanya disisi pembaca bukan kata ganti sebab sang pembaca hanya tau bahwa kata siapa adalah kata tanya bukan kata ganti

Demikian pula pada kalimat 
"afaMAN Kana ala bayyinatin Mirobbihi" Hud 17
"Apakah sama orang yang mempunyai bukti yang nyata"

Kata MAN pada kalimat ini adalah kata sambung yang berfungsi sebagai kata tanya (isim maushul), siapakah, bukan kata ganti atau dhomir

Akan tetapi disisi penulis atau Sang Pemilik ide  ayat atau Allah, kata MAN adalah menduduki sebagai kata ganti bagi orang yang ingin Dia ceritakan, siapa itu? yaitu dia yang "mempunyai bukti yang nyata" dalam ayat tersebut

Makanya kemudian saya meminjam istilah dhomir atau kata ganti untuk istilah ini disisi penulis, bukan disisi pembaca, sebab disisi pembaca MAN bukanlah dhomir atau bukan kata ganti melainkan kata sambung atau isim maushul. Karena isim dhomir sendiri adalah huwa, Huma Hum dst, atau dia, kamu, kita dst

Nah jika MAN disisi penulis adalah kata ganti  maka jika kita ingin mengetahui siapa yang dimaksud dengan "man" ini maka kita berlakukan hukum kata ganti padanya, yaitu apa bila dia ditengah kalimat atau diakhir kalimat maka objek yang mewakili MAN ada di depan kalimat. Jika dia di awal kalimat maka objek yang mewakili MAN ada di kalimat kalimat sebelumnya

Misalnya contoh kalimat diatas tentang "Budi"

Demikian pula dengan MAN dalam ayat diatas pada sisi penulis atau yang mempunyai ide yaitu Allah, MAN adalah kata ganti orang yang berada diayat sebelumnnya yang mempunyai bukti yang nyata atau Al Qur'an, siapa dia? ya nabi Muhammad SAW karena ayat ayat ini adalah rentetan cerita yang saling berkaitan yang mengisahkan cerita tentang nabi yang mempunyai bukti yang nyata yang berdakwah kepada kaum kafir Quraisy

Karena itulah disisi penulis atau yang mempunyai ide "MAN" adalah Nabi Muhammad Saw, yang sejalan dengan ayat as saf 6

Satu barisan (Aş-Şaf):6 - Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)". Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata".

Demikian penjelasannya mengapa saya mengatakan "MAN adalah Dhomir" dalam ayat ini (HUD 17) itu dimaksudkan MAN pada sisi yang mempunyai ide yaitu Allah,  bukan MAN pada posisi pembaca, Sebab MAN pada sisi pembaca adalah Isim maushul atau kata sambung

Ini yang dinamakan "Hermeneutika" dalam ilmu komunikasi atau bahasa, atau perbedaan persepsi yang bisa terjadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar