Senin, 30 Desember 2019

Kapan imam Ali diangakat jadi rasul saksi


Dalam surat Hud 12-16 ada dua pihak yang disebut. Pihak pertama adalah Nabi Saw yang berdakwah dengan membawa bukti yang nyata dan pihak kedua adalah kaum kafir Quraisy.
Di Hud 17 ditambah lagi pihak ke tiga yaitu saksi dari Nya. Itu artinya saksi dariNya bukan bagian dari kedua pihak diatas, bukan nabi dan bukan kaum kafir Quraisy
Dia adalah pihak yang paling pertama menyatakan kebenaran nabi dan kemudian mengikuti nabi sebelum ada yang selainnya.

Besi (Al-Ĥadīd):18 - Sesungguhnya orang-orang yang membenarkan (Allah dan Rasul-Nya) baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipatgandakan (pembayarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.

Besi (Al-Ĥadīd):19 - Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka itu orang-orang Shiddiqien dan orang-orang yang menjadi saksi di sisi Tuhan mereka. Bagi mereka pahala dan cahaya mereka. Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni-penghuni neraka.

Maka sahabat yang lain kala itu masuk dalam pihak ke dua, masih dalam keadaan kafir.

Imam Ali as lah yang paling pertama datang dan membenarkan apa yang diwahyukan kepadanya, disaat yang lain masih terlelap dalam kekafirannya

Keluarga 'Imran ('Āli `Imrān):81 - Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: "Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah kemudian datang kepadamu seorang RASUL yang MEMBENARKAN apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya". Allah berfirman: "Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?" Mereka menjawab: "Kami mengakui". Allah berfirman: "Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu".

Perjanjian ini termasuk Nabi Muhammad Saw didalamnya

Golongan-Golongan yang bersekutu (Al-'Aĥzāb):7 - Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh.

Dalam ayat ini Allah menjelaskan apabila datang padamu seorang Rasul maka kamu harus beriman padanya

Itu artinya rasul yang dimaksud belum ketahuan siapa, syaratnya dia yang pertama membenarkan apa yang diterima oleh nabi Muhammad Saw

Disaat orang itu mucul maka dialah yang memenangkan derajat kerasulan yang Allah tetapkan kepada siapa saja yang memenuhi syarat diatas, membenarkan apa yang diterima nabi dan dia yang meminjamkan apa yang ada pada dirinya untuk ikut bersama sama berjuang disisi Nabi saw, dan karena hanya satu maka tiada yang lain selain yang paling pertama

Jadi rasul saksi terbuka kepada siapa saja, baik laki laki maupun wanita, yaitu dia yang pertama membenarkan apa yang diwahyukan kepada nabi dan meminjamkan apa yang dia miliki kepada Allah, ya waktu, harta dan apa saja, Dan imam Ali karena miskin maka seluruh hidupnya ia pinjamkan kepada Allah dengan ikut mendampingi nabi dalam berdakwah

Jadi imam Ali as lah yang memenangkan derajat kerasulannya

Minggu, 29 Desember 2019

waming koblihi kitabu Musa IMAMAN warahmatan

Itu artinya kitab Musa hanya bisa jadi Rahmat mana kala ada imam diantara nya, apa maksud kitab Musa? Ya saat Musa sdh tdk ada lagi, makanya disebut kitab Musa, artinya setelah ketiadan Musa, kitabnya yaitu taurat harus melalui imam agar jadi Rahmat, jika tdk maka akan jadi musibah kayak Al Qur'an yang jadi musibah bagi seleruh alam Krn atas nama Al Qur'an main bom seenaknya

Sabtu, 28 Desember 2019

Haram mengubah firman Allah



Jika ada ayat yang tidak mampu kau pahami secara logika, atau hukum nahwu maka bukan ayatnya yang kau ubah ubah artinya sehingga memaksa bi menjadi "menerima" dan memaksa "imam" menjadi catatan amal

Itu artinya kamu yang kurang berusaha lebih kuat untuk memahami bahasa Allah

Masa bahasa Allah kau ubah ubah yang malah acak acakan artinya gak karuan?🤣🤣

Sapi Betina (Al-Baqarah):75 - Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka MENGUBAHNYA setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?.

Jangan mengubah ubah firman Allah, jika Allah mengatakan Bi ya itu artinya "dengan" bukan "menerima"

Jika Allah mengatakan "Imam" ya Imam, bukan catatan amal

Jangan mengubah ubah perkataan Allah, haram 

Wanita (An-Nisā'):46 - Yaitu orang-orang Yahudi, mereka MENGUBAH perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata: "Kami mendengar", tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula): "Dengarlah" sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan): "Raa'ina", dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan: "Kami mendengar dan menurut, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami", tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah MENGUTUK MEREKA, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis.

MAU DIKUTUK ALLAH?

Sempurnakan

> Mengapa kita harus syahadat? Karena sebagai kewajiban syar'i untuk menjadi seorang muslim

> Mengapa kita menyatakan  Aliyu Waliyullah? Ali wakil Allah (sebagai saksi dari pihak Allah : Rasul Saksi)
Karena sebagai kewajiban syar'i untuk menyempurnakan syahadat keislaman kita¹

> Mengapa kita berimam? Sebagai kewajiban syar'i untuk memudahkan urusan kita diakhirat²

Mengapa semua itu sepertinya tidak pernah diajarkan sebelumnnya jika merupakan kewajiban syar'i?

Karena iblis ingin agar syahadat kita tdk Sempurna

Agar urusan kita di akhirat menjadi susah dan gagal

Itulah agenda besar iblis laknatullah alaih³

Karena itulah semua sudah diajarkan hanya diselewengkan

Semua sudah tercatat dalam Al Qur'an hanya dikaburkan dalam penafsirannya⁴

___________

1. Imam Ali as adalah rasul saksi
Nabi Hud:17 - Apakah (orang-orang kafir itu sama dengan) orang (Nabi Muhammad Saw) yang ada mempunyai bukti yang nyata (Al Quran) dari Tuhannya, dan diikuti pula oleh seorang saksi (Imam Ali as) dari Allah dan sebelum Al Quran itu telah ada Kitab Musa, IMAMAN dan rahmat? Mereka itu beriman kepada Al Quran. Dan barangsiapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al Quran, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya, karena itu janganlah kamu ragu-ragu terhadap Al Quran itu. Sesungguhnya (Al Quran) itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.

Jamuan (Al-Mā'idah):83 - Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka CATATLAH kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (yaitu Imam Ali as + 11 IMAMAN).

2. Memperjalankan di waktu malam (Al-'Isrā'):71 - (Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap unasin (kumpulan manusia) dengan Imamnya; dan barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya maka mereka (imam imam) ini akan membaca kitabnya mereka (unqsin) itu, dan mereka (unasin) tidak dianiaya sedikitpun.

3. Inilah rencana besar iblis, dendam kesumat iblis terhadap Adam as. Ketika seseorang muslim telah bersusah payah bertungkuslumus beribadah sekuat tenaga, seikhlas-ikhlasnya ternyata sampai di sana dia bingung, Kitab catatan amalnya tidak ada yang membacakannya, maka kemalangan apa lagi yang paling malang dari kejadian seperti ini? Inilah yang diharapkan iblis, membiarkan ummat Islam tenggelam dalam ibadah dan ternyata semuanya sia sia belaka, ya seperti inilah yang dirasakan iblis ketika beribu ribu tahun ibadah ternyata sia sia karena Adam as, maka anak anak Adam as harus merasakan apa yang dia rasakan, seperti itulah rencana besar iblis

4. Penafsiran Hud 17 ini disembunyikan oleh Ibnu Katsir Al Kazzab, yang menyandarkannya perkataannya sendiri seolah olah itu dari Allah padahal dusta belaka. Dia secara sengaja mengatakan dalam tafsir Hud 17 bahwa Allah menceritakan bahwa orang yang beriman berada diatas fitrah, seolah olah itulah pembahasan dari Hud 17, padahal bukan, dalam Hud 17 dijelaskan adanya dua rasul, satu rasul pembawa syariat dan yang satu sebagai saksi (rasul saksi)

Bersegeralah, jangan menunda waktu, sebelum terlambat


Rombongan-rombongan (Az-Zumar):69 - Dan terang benderanglah bumi (padang mahsyar) dengan cahaya (keadilan) Tuhannya; dan diletakkan buku dan didatangkanlah dengan para nabi nabi dan saksi-saksi dan diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dirugikan.

Wa asyraqati : dan terang benderang
Al ardhu : bumi
Binuri : dengan cahaya
Rabbiha : Tuhan-nya
Wawudi'a : dan diletakkan
Al Kitabu : kitab
Waji-a: dan didatangkan
Binnabiyyina : dengan para nabi nabi
Wasysyuhada : dan saksi saksi
Waqudiya : dan diberi keputusan
Baynahum : diantara mereka
Bihaqqi : dengan adil
Wahum : dan mereka
La : tidak
Yudzlamuna : mereka dianiaya / dirugikan

Dan terang benderanglah bumi (padang mahsyar) dengan cahaya (keadilan) Tuhannya; dan diletakkan buku (buku semua kejadian dari awal penciptaan hingga kiamat) dan didatangkanlah (kitab itu) dengan para nabi nabi dan saksi-saksi dan diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dirugikan, dengan cara melihat apa yang telah dicatat oleh malaikat 

Kitab itu adalah kitab yang berisi semua ajaran nabi nabi

Ia Bermuka masam (`Abasa):11 - Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan,

Ia Bermuka masam (`Abasa):12 - maka barangsiapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya,

Ia Bermuka masam (`Abasa):13 - di dalam kitab-kitab yang dimuliakan,

Ia Bermuka masam (`Abasa):14 - yang ditinggikan lagi disucikan,

Ia Bermuka masam (`Abasa):15 - di tangan para penulis (malaikat),

Ia Bermuka masam (`Abasa):16 - yang mulia lagi berbakti.

Ia Bermuka masam (`Abasa):17 - Binasalah manusia; alangkah amat sangat kekafirannya?

Binasalah manusia yang ingkar pada saat itu, suhufan (lembaran lembaran) / kitab itu diletakkan dan didatangkan bersama para nabi nabi agar Allah memberikan pengadilan yang terbaik

Maka disamping para nabi nabi dihadirkan pula para saksi saksi dari semua kenabian, termasuk saksi saksi dari zaman kenabian Muhammad Saw,

Wanita (An-Nisā'):41 - Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul saksi) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).

Lebah (An-Naĥl):84 - Dan (ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan dari tiap-tiap umat seorang saksi (rasul), kemudian tidak diizinkan kepada orang-orang yang kafir (untuk membela diri) dan tidak (pula) mereka dibolehkan meminta maaf.

Lebah (An-Naĥl):89 - (Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.

Cerita (Al-Qaşaş):75 - Dan Kami datangkan dari tiap-tiap umat seorang saksi, lalu Kami berkata "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu", maka tahulah mereka bahwasanya yang hak itu kepunyaan Allah dan lenyaplah dari mereka apa yang dahulunya mereka ada-adakan.

Orang yg Beriman (Ghāfir):51 - Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat),

Saksi saksi inilah yang akan memberatkan kaum pendusta / kaum kafir dan menolong kaum beriman

Nabi Hud:18 - Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan para saksi akan berkata: "Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka". Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim,

Sudah siapkah kita menghadapi gugatan para saksi? 

Karena itulah kaum ahli kitab yang tau rahasia kitab kitab terdahulu mengetahui, bahwa penolong manusia kelak adalah para saksi, imam imam, setelah mereka menyatakan diri sebagai orang beriman, mereka memohon agar Allah mencatat mereka didalam golongan (Syiah)nya para saksi, yaitu Imam Ali as

Jamuan (Al-Mā'idah):83 - Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (Imam Ali as dan 11 imam imam).

Jumat, 27 Desember 2019

Imam Ali as adalah pemegang hak dan kedaulatan Allah dalam konteks Maula (bag 1)



Pengantar pembahasan,
Mari kita simak arti Maula dari ustad salafi, biar tidak dituduh memanipulasi makna maula

Al-Maula adalah salah satu dari asmaullah, nama-nama Allah ‘azza wa jalla yang mulia. Semakna dengan nama itu adalah nama Allah ‘azza wa jalla, al-Waliy. Kedua nama tersebut terdapat dalam ayat dan hadits sebagaimana akan disebutkan.

Allah ‘azza wa jalla adalah al-Maula bagi kaum mukminin. Maknanya ‘Dzat yang menolong hamba-hamba-Nya yang beriman, menyampaikan maslahat-maslahat kepada mereka, dan memudahkan untuk mereka berbagai manfaat ukhrawi dan duniawi’.

Allah adalah sebaik-baik al-Maula, yakni bagi siapa yang ditolong dan dicintai oleh Allah ‘azza wa jalla, sehingga dia akan memperoleh apa yang diinginkan.

Makna al-Waliy secara garis besar sama dengan al-Maula.

Asy-Syaikh as-Sa’di rahimahullah mengatakan bahwa (Allah) al-Waliy adalah Dzat yang hamba-Nya mencintai-Nya dengan mengibadahi-Nya dan menaati-Nya, serta mendekatkan diri kepada-Nya dengan segala yang dia mampu dari berbagai bentuk taqarrub (mendekatkan diri).

Allah ‘azza wa jalla membantu hamba-Nya secara umum (yakni baik yang beriman maupun tidak), dengan mengaturnya dan memberlakukan takdir-Nya kepada mereka. Demikian pula Allah ‘azza wa jalla menolong hamba-Nya yang beriman secara khusus dengan mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya, mengatur dan menjaga mereka dengan kelembutan-Nya, serta membantu mereka dalam segala urusan mereka. (Tafsir as-Sa’di)

Dalam bahasa Arab, huruf waulam–ya ( ولي ) memiliki beberapa arti, di antaranya: kedekatan, kecintaan, pertolongan, mengikuti, pengaturan, dan pengurusan. (Tahdzib al-Lughah, karya al-Azhari bab “Wau-lam-ya”. Lihat juga kitab Mu’jam Maqayis al-Lughah)

Berdasarkan makna secara bahasa dan keterangan asy-Syaikh Abdur Rahman as-Sa’di di atas, Allah ‘azza wa jalla menjadi al-Maula dan al-Waliy bagi hamba-Nya, maknanya mencakup hamba yang beriman dan hamba yang tidak beriman.

Allah ‘azza wa jalla sebagai al-Maula dan al-Waliy bagi hamba yang beriman berarti Allah ‘azza wa jalla mengatur, mengurusi, mencintai, dekat dengan mereka, dan menolong mereka.

Ketika menafsirkan firman-Nya,

ٱللَّهُ وَلِيُّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ

“Allah Wali bagi orang-orang yang beriman.” (al-Baqarah: 257)

Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah berpendapat, “Maksudnya, pembela mereka dan penolong mereka, membantu mereka dengan pertolongan dan taufik-Nya. Dari sini Allah ‘azza wa jalla berfirman,

ذَٰلِكَ بِأَنَّ ٱللَّهَ مَوۡلَى ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَأَنَّ ٱلۡكَٰفِرِينَ لَا مَوۡلَىٰ لَهُمۡ ١١

“Hal itu karena sesungguhnya Allah adalah al-Maula bagi orang-orang yang beriman dan karena sesungguhnya orang-orang kafir itu tidak mempunyai al-Maula.” (Muhammad: 11)

Ketika Perang Uhud, Abu Sufyan sebagai pimpinan musyrikin berkata kepada muslimin, “Kami memiliki Uzza, sementara kalian tidak memiliki Uzza.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabatnya, “Tidakkah kalian jawab?”

“Wahai Rasulullah, apa yang mesti kami katakan?” sahut para sahabat radhiallahu ‘anhum.

“Katakanlah, ‘Allah Maula kami dan kalian tidak punya Maula’.”

Adapun Allah ‘azza wa jalla sebagai al-Maula dan al-Waliy bagi orang yang tidak beriman, maknanya Allah ‘azza wa jalla mengurusi mereka dan mengatur mereka dengan takdir dan ketetapan-Nya. Inilah makna pengaturan dan ketetapan yang bersifat umum, mencakup semua makhluk-Nya, yang mukmin dan yang kafir.

Allah ‘azza wa jalla berfirman,

أَمِ ٱتَّخَذُواْ مِن دُونِهِۦٓ أَوۡلِيَآءَۖ فَٱللَّهُ هُوَ ٱلۡوَلِيُّ وَهُوَ يُحۡيِ ٱلۡمَوۡتَىٰ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ ٩

“Atau patutkah mereka mengambil maula-maula selain Allah? Allah, Dialah al-Wali, pelindung (yang sebenarnya) dan Dia menghidupkan orang-orang yang mati, dan Dia adalah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (asy-Syura: 9)

Buah Mengimani Nama Allah al-Maula dan al-Wali

Mengimani kedua nama Allah di atas dan mengetahui maknanya dengan yakin, akan menumbuhkan rasa tawakal yang tinggi pada diri seorang hamba. Sebab, dia tahu bahwa sembahannya, Allah ‘azza wa jalla, adalah sebaik-baik Dzat yang mengurusi dan melindunginya. Barang siapa bertawakal penuh kepada Allah ‘azza wa jalla, Allah ‘azza wa jalla akan mencukupinya.

Lihatlah ketika keyakinan ini menghunjam dalam dada sahabat az-Zubair radhiallahu ‘anhu. Az-Zubair radhiallahu ‘anhu berkata kepada anaknya, saat terjadi Perang Jamal yang kemudian dia gugur saat itu,

قَالَ الزُّبَيْرُ لِابْنِهِ عَبْدِ اللهِ يَوْمَ الْجَمَلِ: يَا بُنَيَّ، إِنْ عَجِزْتُ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ )يَعْنِي : دَيْنَهُ(؛ فَاسْتَعِنْ عَلَيْهِ بِمَوْلَايَ. قَالَ: فَوَاللهِ، مَا دَرَيْتُ مَا أَرَادَ حَتَّى قُلْتُ: يَا أَبَتِ، مَنْ مَوْلَاكَ؟ قَالَ: اللهُ. قَالَ: فَوَاللهِ، مَا وَقَعْتُ فِي كُرْبَةٍ مِنْ دَيْنِهِ إِلاَّ قُلْتُ: يَا مَوْلَى الزُّبَيْرِ، اقْضِ عَنْهُ دَيْنَهُ فَيَقْضِيهِ …

“Wahai anakku, bila aku tidak mampu membayar sebagian utangku, mintalah tolong kepada Maulaku.”

Sang anak berkata, “Demi Allah, aku tidak tahu apa yang dia maksudkan sampai akhirnya aku bertanya kepada beliau, ‘Wahai ayah siapakah Maulamu?’

‘Allah,’ jawab az-Zubair.

“Demi Allah, tidaklah aku mengalami kesusahan ketika membayarkan utangnya kecuali aku berdoa, ‘Wahai, Maula Zubair, bayarkanlah utangnya,’ kecuali Allah ‘azza wa jalla berikan jalan untuk membayarkan utangnya. (HR. al-Bukhari, sahih)

Wallahul Muwaffiq.

Ditulis oleh al-Ustadz Qomar Suaidi

Imam Ali as adalah pemegang hak dan kedaulatan Allah dalam konteks Maula (bag 2)


Setelah menyimak tulisan ustad salafi kita menjadi paham apa makna maula

Dalam bahasa Arab, huruf waulam–ya ( ولي ) memiliki beberapa arti, di antaranya: kedekatan, kecintaan, pertolongan, mengikuti, pengaturan, dan pengurusan. (Tahdzib al-Lughah, karya al-Azhari bab “Wau-lam-ya”. Lihat juga kitab Mu’jam Maqayis al-Lughah)

Dari sini kita faham pula bahwa Allah adalah Maula bagi kaum mukminin, dan ini adalah hak dan kadaulatan Allah

Hal itu karena sesungguhnya Allah adalah al-Maula bagi orang-orang yang beriman dan karena sesungguhnya orang-orang kafir itu tidak mempunyai al-Maula.” (Muhammad: 11)

Hak dan kedaulatan Allah itu, Dia letakkan kepada para Nabi nabiNya dalam menolong manusia dengan menuntun manusia kepada hidayah, artinya hak dan kedaulatan dalam menolong manusia dipindah tugaskan kepada para nabi dengan jalan dakwah.

Maka datanglah para nabi salah satunya Nabi Muhammad Saw dengan misi dakwah bil hikmah, dan mengajak manusia taat kepada Allah dengan begitu akan menolongnya di dunia dan akhirat.

Hingga pada akhir masa kenabian turunlah ayat Al maidah ayat 3 dimana Allah berfirman

Jamuan (Al-Mā'idah):3 - ... Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dimana Allah menyatakan bahwa pada hari itu agama telah disempurnakan, yang berarti sebelumnya agama belum sempurna, kapan kesempurnaan agama Islam itu disempurnakan? Pada saat haji Wada, pada imam Ali as diangkat menjadi Maula seluruh kaum mukminin

Hadisnya jelas dan shohi dari berbagai jalur dan redaksi, yang terpenting dari semua itu ada kalimat "man kuntu maulahu fa Aliyu maulahu"
"Barang siapa yang menganggap aku penolongnya maka Ali adalah penolongnya"

Itu artinya nabi telah menyerahkan hak dan kedaulatan Allah sebagai Maula kaum mukminin yang diembannya kepundak imam Ali as sebagai penolong orang orang beriman

Menolong dalam hal apa? Dunia dan akhirat, itu jika mau ditolong, jika tidak maupun tidak dipaksa
La Ikraha fiddin, tidak ada paksaan dalam islam (Al Baqarah 256)

Itu artinya barang siapa yang menjadikan imam Ali as adalah penolongnya maka dia telah menyempurnakan agamanya. Sebab agama seseorang tidak akan ada artinya mana kala dia tidak ditolong oleh imam Ali as sebagai rasul saksi

Memperjalankan di waktu malam (Al-'Isrā'):71 - (Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap unasin dengan Imamanya; dan barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun.

Yauma nad'u Kulla unasin biimamihim
Pada hari kami panggil setiap unasin (Manisa Manisa jamak) dengan imamnya

Itu artinya karena unasin (kumpulan manusia) bukan hanya satu maka imam yang dipanggil bersama mereka juga bukan satu karena masing masing unasin akan dipanggil bersama imam imamnya masing masing, jadi akan ada banyak imam dengan masing masing unasin (kumpulan manusia)

Untuk apa dipanggil? Untuk membacakan kitab mereka

Faman utiya kitabahu, Faulaika yakrauna kitabahun

Maka barangsiapa diberikan kitab amalannya ditangan kanannya, maka mereka ini (imam imam tadi) akan membacakan Kitabnya mereka (unasin) itu (Al isra 71)

Nah siapa yangbisa membacakan kitab ini? Ya para imam imam tersebut, karena Allah telah menyatakan tidak akan ada yang dapat berbicara kecuali yang mendapat izin dari Nya dan dia akan berkata benar, tanpa dusta

Berita besar (An-Naba'):38 - Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf-shaf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar.

Itu artinya orang ini adalah Maksum, mereka Itulah yang disebut imam imam maksum, salah satunya adalah imam Ali as, sang rasul saksi yang kedudukannya disebut dalam Hud 17

Dialah yang akan membantu unasin )kumpulan manusia) di hari kiamat saat manusia dipanggil untuk melihat catatan amalnya

Karana itulah Nabi bersabda man kuntu maulahu fa Aliyu maulahu barang siapa yang menganggap Aku adalah penolongnya maka Ali adalah penolongnya

Karena itulah ummat beriman dalam ayat ini memohon agar digolongkan kedalam golongan para saksi yaitu golongan rasul saksi. Golongan dalam bahasa Arab adalah Syiah

Jamuan (Al-Mā'idah):83 - Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (Rasul saksi + 11 IMAMAN)

Inilah kesempurnaan Islam

Rabu, 25 Desember 2019

Dalil wajibnya IMAMAN (2)


Nad'u Kulla unasin bi Imamihim

Nad'u : kami panggil
Kulla :masing masing
Unasin : manusia (jamak)
Biimamihim : dengan Imam mereka

Pada hari kami panggil setiap manusia (jamak) dengan imamnya masing masing, imamnya dalam kalimat ini mufrod, atau tunggal

Untuk apa mereka dipanggil dengan imam mereka? Untuk menerima kitab

Yang bertekuk lutut (Al-Jāthiyah):28 - .. Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya. Pada hari itu kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan.

Kitab apa? Kitab catatan manusia, yang artinya setiap manusia dalam kumpulan ummat tadi atau unasin (manusia secara jamak) diatas, akan dipanggil untuk menerima kitab catatan amalnya masing masing

Maka saat dipanggil itulah mereka datang dengan imam mereka masing masing untuk menerima kitab

Karena unasin jamak (manusia manusia), maka imampun menjadi jamak karena masig masing manusia dengan imam pilihannya masing masing sesuai kumpulan unasin (manusia manusia) 

Faman utiya kitabahu biyaminihi
Faman: maka barangsiapa
Utiya : diberikan
Kitabahu : kitabnya
Biyaminihi: dengan tangan kanannya

Kata utiya juga dapat kita jumpai pada ayat إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ Al Kautsar 
Sehingga utiya memiliki arti diberikan

Ini artinya mereka dipanggil dengan tujuan untuk diberikan kitab di tangan kanan masing masing. 

Faulaika : maka mereka itu (Imam imam)
Yakrauna : akan membacakan (untuk) mereka (ummat)
Kitabahum : kitab mereka

Faulaika, ini jamak, secara nahwau ini memang tidak mungkin imam, karena diawal kalimat imam disebutkan mufrod atau tunggal bukan jamak, jika ini adalah imam maka faulaika yang merupakan isim isyaroh atau kata tunjuk tidak mungkin jamak, pasti tunggal juga menggunakan kata "dzalika" dan fiil mudhorek nya "yakrou", karena memakai kata "yakrouna"  maka tidak mungkin imam, karena imam mufrod atau tunggal. Maka kebanyakan mufassir menerjemahkan kata Imam pada ayat ini dengan kata kitab catatan

Nah ini akan lebih aneh lagi karena diayat awalnya disebutkan manusia dipanggil dengan imamnya, biimamihim,  tujuannya untuk diberikan kitab catatan

Jika kata Imam pada ayat ini karena mufrod (tunggal) maka diganti dengan kata kitab maka akan menjadi

Yauma nad'u Kulla unasin bi Imamihim
Pada hari kami panggil setiap orang dengan kitabnya masing masing

Untuk apa dipanggil?  Tuk menerima kitab catatan

Itu artinya dia (manusia) datang dengan Kitab catatan untuk menerima kitab catatan lagi? 

Maka kitab catatan jadi doble, ini aneh jadinya
Kedua, Allah tidak mungkin tidak bisa membedakan mana kata kitab dan mana kata Imam, jika maksud Allah adalah kitab maka Dia akan memakai kata kitab tidak mungkin kata imam

Lalu bagaimana sampai bisa kata Imam yang mufrod (tunggal) diawal kalimat bisa berubah jamak dalam kata tunjuk Faulaika (yang disandarkan pada kata Imam)?

Pertama dalam Al Qur'an kadang terjadi demikian, dua tema atau dua keadaan dalam satu ayat, misalnya pada ayat berikut, diawal berbicara soal akad, sambungannya malah bicara soal yang lain yaitu soal halal dan haramnya binatang ternak dan binatang buruan. Nah apa kaitannya antara keduanya? Tidak ada sama sekali

Jamuan (Al-Mā'idah):1 - Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.

Sehingga jika terjadi dua keadaan dalam satu ayat ini bukan hal yang aneh

Kedua penjelasannya perubahan itu karena fase perubahan keadaan saat dipanggil dan saat akan membacakan kitab, berikut penjelasannya

Perubahan kata tunjuk Faulaika (jamak) itu karena imam masing masing manusia beda beda, bukan satu imam. Karena banyak manusia manusia (unasin) atau banyak kumpulan manusia dihari kiamat yang setiap orang didampingi oleh imamnya masing masing, yang tentu bukan satu imam melainkan banyak imam imam

Imam imam Bani Israel dengan orang orang Bani Israil, jumlahnya berapa? 12 imam, 

Jamuan (Al-Mā'idah):12 - Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat diantara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir air didalamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus.

Mereka ini akan dipanggil dengan masing masing unasin atau kumpulan manusia yang berimam kepadanya, saat dipanggil imam ini sendiri dengan masing masing unasin (manusia) untuk menerima kitab ini adalah fase atau keadaan pertama, dimana unasin dipanggil bersama imamnya masing masing

Masuk ke ayat 

Faman utiya kitabahu biyaminihi
Faman: maka barangsiapa
Utiya : diberikan
Kitabahu : kitabnya
Biyaminihi: dengan tangan kanannya

Setelah mereka sudah menerima kitab masing masing, karena banyak dan sambil tertunduk maka mereka diatur bershaf shaf dengan imamnya masing masing

Yang bertekuk lutut (Al-Jāthiyah):28 - Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya..

Berita besar (An-Naba'):38 - Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf-shaf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar.

Mereka semua tertunduk dan berlutut dihadapan Allah Maha Perkasa
Dan tidak ada yang dapat berkata kata selain orang yang dia pasti mengucapkan kata yang benar, artinya orang ini pasti suci, siapa mereka?

Besi (Al-Ĥadīd):19 - Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka itu orang-orang Shiddiqien dan orang-orang yang menjadi SAKSI di sisi Tuhan mereka. Bagi mereka pahala dan cahaya mereka. Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni-penghuni neraka

Mereka adalah para saksi, mereka inilah yang akan berkata "kamu dusta" kepada pendusta

Nabi Hud:18 - Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan para saksi akan berkata: "Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka". Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim,

Nah siapa mereka? Salah satunya yang mengikuti nabi saat berdakwah dan yang lainnya disebutkan dalam kalimat setelahnya waming koblihi kitabu Musa IMAMAN warahmatan 

Nabi Hud:17 - Apakah (orang-orang kafir itu sama dengan) orang (Nabi Muhammad Saw) yang ada mempunyai bukti yang nyata (Al Quran) dari Tuhannya, dan diikuti pula oleh seorang saksi (Imam Ali as) dari Allah dan sebelum Al Quran itu telah ada Kitab Musa, IMAMAN dan rahmat? Mereka itu beriman kepada Al Quran. Dan barangsiapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al Quran, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya, karena itu janganlah kamu ragu-ragu terhadap Al Quran itu. Sesungguhnya (Al Quran) itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.

Nah mereka inilah para imam imam yang diizinkan Allah dalam berkata kata dan dia pasti berkata dengan benar, 12 imam dari masing masing kenabian syariat, salah satu contohnya imam imam bani Israil kepada kaum Bani Israil, mereka semua berbaris disisi unasim bershaf shaf sesuai kaumnya masing masing, atau unasinnya masing masing, maka mereka inilah yang akan membacakan kitab catatan manusia

Faulaika : maka mereka itu (Imam imam)
Yakrauna : akan membacakan (untuk) mereka (ummat)
Kitabahum : kitab mereka

Ini adalah keadaan kedua, dimana para imam sudah hadir bersama unasin kumpulan manusia manusia pada masing masing zaman, bershaf shaf,  yang mereka akan membacakan kitab unasin, manusia. Jamaah para imam imam inilah yang disebut dengan kata tunjuk Faulaika, maka mereka itu
Yakrouna: akan membacakan (untuk) mereka
Kitabahum: kitab mereka

Disini adalah keadaan kedua dimana para imam dikumpulkan bersama, dalam jamaah yang bershaf shaf makanya keadaan ayat diawal saat dipanggil imam (mufrod) dalam keadaan sendiri bersama masing-masing unasin, begitu ditahap ini semua sudah berkumpul ditempat pengumpulan dari tempat mereka dipanggil, karena itulah ayatnya mengalami perubahan kata tunjuk yang semula mufrod menjadi jamak

Hal ini terjadi juga pada ayat Al ahzab 33 ada dua keadaan didalamnya yang mengubah dhomir kunna menjadi kum dalam satu ayat

Dalil wajibnya IMAMAN (IMAM IMAM)


Q.S.Al Isra 71
Yauma nad'u kulla unasim bi IMAMIHIM

Yauma: pada hari,
nad'u : kami panggil, 
kulla : masing masing 
unasim : manusia, (dari kata dasar annas)
BIIMAMIHIM dengan imamnya masing masing atau dengan pemimpinnya masing masing

Untuk apa setiap manusia dipanggil bersama imam imamnya masing masing?
Jawabannya ada pada penggalan ayat selanjutnya

Faman: maka barang siapa, 
utiya: diberikan, 
kitabahu : kitabnya, 
biyaminihi :dengan tangan kanannya, 
faulaika: maka mereka itu (Imam imam), yakrauna : mereka (imam imam) akan membacakan, 
kitabahum :Kitab mereka (manusia yang dipanggil tadi)

Jadi setiap manusia dipanggil dengan imamnya adalah agar imam itu membacakan kitab catatan amal perbuatannya orang tersebut

Wala : dan tidak
Yudzlamuna : mereka dianiaya
Fatilan : sedikitpun

Itu artinya para imam itu akan membacakan dengan sangat jujur tanpa sedikitpun memanipulasi, menutup nutupi, mengurangi datanya sedikitpun

Itu artinya yang membacakan ini dijamin tidak akan berdusta yang menyebabkan orang teraniaya atau dirugikan walau sedikitpun

Itu artinya imam imam ini hatinya tidak ada niat sedikitpun merugikan orang yang dia bacakan catatannya, itu artinya imam ini suci dari perbuatan aniaya, karena Allah sendiri yang jamin bahwa mereka para manusia yang dibacakan nanti kitabnya tidak akan dirugikan sedikit pun.

Itu artinya? Imam ini Maksum, suci dari perbuatan dosa. Mereka yang dipercayakan oleh Allah untuk membacakan kitab orang lain, ini saja sudah memiliki arti bahwa imam tersebut dipercaya oleh Allah 100 persen tanpa keraguan, yang mana dia tidak akan berbuat aniaya atau berdusta dengan salah atau sengaja membaca salah, semisal mengurangi jumlah pahala seseorang karena dengki.

Lalu bagaimana jika kita tidak memiliki imam tersebut? Berarti tidak ada yang membacakan kitab catatan amal kita, itu artinya?

Hari kiamat (Al-Ĥāqqah):25 - Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata: "Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini).

Celaka, karena tidak ada yang membacakan Kitabnya.

Walam adri ma hisabiyah

Hari kiamat (Al-Ĥāqqah):26 - Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku.

Walam = dan tidak
Adri = aku mengetahui
Ma = apa
Hisabiyah= perhitungan 

Dia tidak bisa membaca kitabnya sendiri, dia tidak tau berapa catatan dosa dan kebaikannya
Tidak bisa diadili, tetap berdiri sepanjang masa dalam keadaan tersiksa sampai menunggu keputusan selanjutnya

Hari Kiamat (Al-Wāqi`ah):41 - Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu?
Hari Kiamat (Al-Wāqi`ah):42 - Dalam (siksaan) angin yang amat panas, dan air panas yang mendidih,
Hari Kiamat (Al-Wāqi`ah):43 - dan dalam naungan asap yang hitam.

Jika imam dipanggil tuk membacakan kitab catatan amalan kita

Dan amalan didapat dari perbuatan wajib dan Sunnah

Maka wajib dan sunnah tidak ada artinya jika tidak ada imam

Itu artinya wajibnya Imam melebihi wajibnya semua perintah ibadah

Selasa, 24 Desember 2019

Warning koblihi kitabu Musa IMAMAN warahmatan (bag 2)



Pada bagian pertama saya mengulas soal dua jalan yang ditempuh ummat Islam, sunni dan Syiah

Yang dimana di Sunni atau Ahlussunah mengambil jalan mengikuti Abul Hasan Al Asy'ari, pada abad ke 4 Hijriah

Itu artinya sebelumnya ummat mengalami kebingungan, yang tentu saya maksud adalah ummat selain Mazhab Syiah

Mengapa mereka kebingungan? Itu karena kitab Allah atau Al Qur'an memiliki banyak kemungkinan penafsiran tergantung siapa yang menafsirkan, sehingga ayat ayat yang mengandung keterangan akan sifat sifat Tuhan ditafsirkan sendiri sendiri dan menghasilkan mazhab teologi, semisal Murjiah, jabariah Qadariah Mutazilah dan Asy'ariyah yang sekarang dikenal dengan sebutan Ahlusunah

Mengapa bisa terbagi bagi jalan? Itu karena meletakkan kitab Allah tanpa meletakkan IMAMAN dibelakangnya sehingga tidak menghasilkan Rahmat

Seharusnya seperti ini

Waming koblihi kitabu Musa IMAMAN warahmatan (Hud 17)

Sebelumnya telah ada Kitab Musa IMAMAN (IMAM IMAM YANG MAKSUM) dan Rahmat

Artinya jika kitab mau menghasilkan Rahmat maka letakkan imam imam yang suci diantara keduanya, jika tidak maka kitab menjadi sumber perpecahan seperti yang dialami ummat pada masa sebelum Asy'ari diatas

Itulah mengapa syiah meletakkan Imam imam yang suci atau IMAMAN sebagai panduan dalam berakidah, dan bersyariat, bukan sekedar imam imam yang suci

Waming koblihi kitabu Musa IMAMAN warahmatan (bagian 1)


Dan sebelumnnya telah ada kitab Musa IMAMAN dan Rahmat

Dalam islam ada dua Mazhab Sunni dan Syiah

Perbedaan Sunni dan Syiah

Sunni berasal dari singkatan Ahlussunah wal jamaah. Ahlusunah itu sendiri lahir dari Mazhab teologi Asy'ariyah. 

Asy'ariyah sendiri adalah mazhab teologi yang disandarkan kepada Imam Abul Hasan al-Asy'ari (w.324 H/936 M). Asy'ariyah mengambil dasar keyakinannya dari Kullabiyah, yaitu pemikiran dari Abu Muhammad bin Kullab dalam meyakini sifat-sifat Allah. Kemudian mengedepankan akal (rasional) di atas tekstual ayat (nash) dalam memahami Al-Qur'an dan Hadits.[1]

^ Sebagaimana disebutkan oleh Imam al-Haramain Al-Juwaini dan Imam Al-Ghazali. Ar-Razi menjelaskan dalam Asasut Taqdis, “Jika nash bertentangan dengan akal maka harus mendahulukan akal.”

Ibnu Katsir menyatakan dalam muqadimah Kitab Al-Ibanah bahwa para ulama menyebutkan bahwa Syaikh Abul Hasan memiliki tiga fase pemahaman: Pertama ia di atas manhaj Mu’tazilah. Kemudian fase kedua yaitu menetapkan sifat aqliyah yang tujuh: hayah, ilmu, qudrah, iradah, sam’u, bashir, dan kalam, serta menakwilkan sifat-sifat Allah yang khabariyah. Pada fase terakhir ia menetapkan semua sifat Allah tanpa takyif dan tanpa tasybih sebagaimana disebutkan dalam Al-Ibanah, kitab terakhir yang ditulisnya.” (Muqadimah Kitab Al-Ibanah, hal. 12-13, cet. Darul Bashirah).

Sumber
http://islamicencyclopedia.narod.ru/articles/122.html
Daftar pustaka
Asy-Syahrastani, Muhammad bin 'Abdul Karim (2001). "Al-Milal wa al-Nihal: Aliran-aliran Teologi dalam Sejarah Umat Islam". Surabaya: PT. Bina Ilmu.

Dari sini kita bisa melihat asal usul Sunni atau Ahlussunah yang didalamnya kemudian nanti lahir wahabi, sebuah gerakan tersendiri

Disisi lain

Seorang yang mengaku telah menjadi Islam wajib pada dirinya untuk taklid atau mengikuti jalan yang telah ditetapkan Nabi Muhammad Saw, atau menjadi mukallid atau menjadi pengikut jalan yang telah ditetapkan Nabi Muhammad Saw agar jalan itu tidak bengkok atau membuat jalan sendiri sendiri.

Pada posisi ini, ahlusunah baru muncul pada era abad ke 4 Hijiriah yaitu tahun 350 Hijriah

Itu artinya sebelumnya mereka tidak jelas bertaklid kemana, ketidak jelasan jalan yang diambil dalam bertaklid itu meliputi ketidakjelasan dalam pemikiran, akidah dan syariat, karena pada masa sebelumnya, terdapat aliran teologi yang bermacam macam, ada Murjiah, jabariah, Qadariah, Mutazilah dan kemudian Asy'ariyah yang kesemuanya saling kafir mengkafirkan karena saling menganggap dan dianggap bertentangan dengan Al Qur'an dan Sunnah itu sendiri, yang kemudian orang orang yang tidak memiliki jalan ini dalam bertaqlid bermuara pada pemikiran pemikiran teologi (ketuhanan) salah satunya mengambil jalan pemikiran Abul Hasan Al Asy'ari yang kemudian dikenal sebagai Ahlusunah atau sunni

Itu artinya ada ketidak jelasan mau mengikuti siapa? Dalam soal fiqih ada dua macam pendapat pada awalnya, Maliki dan Hanafi sehingga orang pada masa itu orang orang selain Syiah mengambil jalan yang membingungkan, ada dua pilihan Mazhab fiqih (hukum) dan ada 5 pilihan pemikiran teologis (akidah, ketuhanan)

Lalu bagaimana dengan di Syiah?

Syiah Ali atau "golongan Ali" dalam bahasa Indonesianya, bertaklid kepada para imam imam yang Maksum alias suci, yang posisi mereka disebutkan dalam Hud 17,

Waming koblihi kitabu Musa IMAMAN warahmatan
Dan sebelumnnya telah ada kitab Musa IMAMAN dan Rahmat

Imam imam yang dimaksud adalah mengikuti jalan atau bertaklid kepada Imam Ali as dan 11 imam yang lainnya dalam masing masing zaman

Mengapa imam Ali as? Itu karena imam Ali as adalah rasul saksi, rasul yang suci yang dalilnya telah saya ulas sebelumnya

Berbeda dengan Sunni mengambil jalan selain Imam Ali as

Kata tanya atau kata sambung yang berpredikat kata ganti (ini istilah saya saja)


Untuk dapat memahami ini maka kita harus membagi dua buah bidang

Bidang pembaca dengan tata bahasanya
Dan bidang penulis atau sang yang mempunyai ide dengan tata bahasanya

Ketika kata tanya ada dalam satu kalimat maka dia berstatus kata tanya, ini dalam bidang (sisi) pembaca

Tetapi dalam bidang penulis, kata tanya bisa berpredikat sebagai kata ganti

Misalnya 

Budi pergi ke pasar memakai motor Vespa unik
Dia disana membeli baju
Ketika di pasar dia dipalak oleh preman baju biru
Siapakah atau apakah (sama antara) orang yang mempunyai Vespa unik dan dia diikuti Iwan dengan orang preman yang berbaju biru?

Dalam sisi pembaca, "siapakah" atau "apakah" adalah kata tanya bukan kata ganti, 

Akan tetapi dalam bidang penulis atau yang mempunyai ide cerita maka kata "siapa" atau "apakah" adalah sebagai kata ganti orang yang ingin dia ceritakan dalam permisalan atau perbandingan tadi, sebab sebelum penulis mengungkapkan ide menulisnya, dia sudah tau siapa yang dia maksud dalam pertanyaan diatas, yaitu si Budi, maka "siapa" atau "apa" dalam cerita diatas menempati posisi kata ganti disisi penulis, akan tetapi tetap menjadi kata tanya disisi pembaca bukan kata ganti sebab sang pembaca hanya tau bahwa kata siapa adalah kata tanya bukan kata ganti

Demikian pula pada kalimat 
"afaMAN Kana ala bayyinatin Mirobbihi" Hud 17
"Apakah sama orang yang mempunyai bukti yang nyata"

Kata MAN pada kalimat ini adalah kata sambung yang berfungsi sebagai kata tanya (isim maushul), siapakah, bukan kata ganti atau dhomir

Akan tetapi disisi penulis atau Sang Pemilik ide  ayat atau Allah, kata MAN adalah menduduki sebagai kata ganti bagi orang yang ingin Dia ceritakan, siapa itu? yaitu dia yang "mempunyai bukti yang nyata" dalam ayat tersebut

Makanya kemudian saya meminjam istilah dhomir atau kata ganti untuk istilah ini disisi penulis, bukan disisi pembaca, sebab disisi pembaca MAN bukanlah dhomir atau bukan kata ganti melainkan kata sambung atau isim maushul. Karena isim dhomir sendiri adalah huwa, Huma Hum dst, atau dia, kamu, kita dst

Nah jika MAN disisi penulis adalah kata ganti  maka jika kita ingin mengetahui siapa yang dimaksud dengan "man" ini maka kita berlakukan hukum kata ganti padanya, yaitu apa bila dia ditengah kalimat atau diakhir kalimat maka objek yang mewakili MAN ada di depan kalimat. Jika dia di awal kalimat maka objek yang mewakili MAN ada di kalimat kalimat sebelumnya

Misalnya contoh kalimat diatas tentang "Budi"

Demikian pula dengan MAN dalam ayat diatas pada sisi penulis atau yang mempunyai ide yaitu Allah, MAN adalah kata ganti orang yang berada diayat sebelumnnya yang mempunyai bukti yang nyata atau Al Qur'an, siapa dia? ya nabi Muhammad SAW karena ayat ayat ini adalah rentetan cerita yang saling berkaitan yang mengisahkan cerita tentang nabi yang mempunyai bukti yang nyata yang berdakwah kepada kaum kafir Quraisy

Karena itulah disisi penulis atau yang mempunyai ide "MAN" adalah Nabi Muhammad Saw, yang sejalan dengan ayat as saf 6

Satu barisan (Aş-Şaf):6 - Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)". Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata".

Demikian penjelasannya mengapa saya mengatakan "MAN adalah Dhomir" dalam ayat ini (HUD 17) itu dimaksudkan MAN pada sisi yang mempunyai ide yaitu Allah,  bukan MAN pada posisi pembaca, Sebab MAN pada sisi pembaca adalah Isim maushul atau kata sambung

Ini yang dinamakan "Hermeneutika" dalam ilmu komunikasi atau bahasa, atau perbedaan persepsi yang bisa terjadi

Senin, 23 Desember 2019

Sunni itu lucu

Lucu pada ngamuk ngatain saya hanya ikuti terjemahan doang lalu menafsirkan ayat, marah marahlah kalian sesuka hati

Makanya kalian masuk aja ke tim penerjemahan dong, biar bisa menghasilkan terjemahan yang valid. Bukankah bgt?

Kalo kalian dibilangin bahwa hadis yang kalian pakai itu bukan hadis shohe, kalian pasti bilang "kita hanya ikut hadis yang sdh dishohikan oleh Buhari muslim" bukankah begitu?  Dengan alasan bahwa apa yang dilakukan Buhari Muslim adalah usaha terbaik

Nah sama, saya juga hanya cukup menerima terjemahan para pakar Nahwu Shorof yang sudah berkutat sebaik baiknya dalam menerjemahkan ayat ayat Al Qur'an sehingga diterbitkan secara umum dan dipakai dimana mana, lalu kenapa baru sekarang keberatannya? Masuk sana ke bagian penerjemahan Al Qur'an Depag atau yang mempunyai otoritas dalam menerjemahkan

Saya hanya mengaitkan satu ayat kepada ayat lainnya yang setema dan sepembahasan serta memeberikan sedikit penjelasan keterkaitan antara keduanya menurut dalil Akli, dan kalo ada pakai dalil Naqli. Karena seperti itulah cara saya, nih ada dalilnya

Binatang Ternak (Al-'An`ām):126 - Dan inilah jalan Tuhanmu; (jalan) yang lurus. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran.

Allah sendiri telah menjelaskan sendiri ayat ayatNya, artinya semuanya sudah dijelaskan sendiri oleh Allah, dimana? Ya didalam ayat ayatNya lah, itu artinya ayat ayat itu sudah ada penjelasannya di ayat ayat yang lain, tinggal dicari dan disesuaikan tema dan konteks pembahasnnya. 

Nah makanya saya sudah bilang, jika para penerjemah yang handal dan pakar sudah menerjemahkan dengan baik dan saling sepakat serta mempublikasikan ke kepublik maka itulah terjemahan yang akan saya ikuti

Jika keberatann ya silahkan protes ke bagian penerjemahan bukan? Lagian kan itu Sunni salafi sendiri juga yang menerjemahkannya bukan?🤣🤣
Aneh

Jika makna Al Qur'an saja bisa mereka belokkan maknanya maka bagaimana dengan hadis?


Lihat saja buktinya Hud 17, dalam ayat ini ada kata 

AfaMAN kana ala bayyinatin Mirobbihi

Apakah sama orang yang mempunyai bukti yang nyata (Al Qur'an) dengan orang yang tidak mempunyai bukti yang nyata? 

Jadi inti pertanyaannya adalah pada kata bukti yang nyata karena hal inilah yang dipertanyakan dan diperbandingkan dalam ayat ini, maka untuk mengetahui siapa yang mempunyai bukti yang nyata ya kita melihat ke atas ayat ini apakah ada dijelaskan atau tidak?

Contoh

Budi pergi ke pasar memakai motor merah BMW
Dia di pasar membeli ikan dan sayur
Dia ditemani Iwan 

Lalu ada pertanyaan, 
Apakah sama orang yang mempunyai motor merah BMW dengan orang yang tidak mempunyai motor merah BMW?

Nah untuk menjawabnya Kita tinggal melihat ke atas apakah ada disinggung motor merah BMW? Jika ada maka maka dialah orang yang dimaksud dalam pertanyaan diatas, dan karena yang mempunyai motor merah tersebut adalah Budi maka dialah yang dimaksud dengan pertanyaan diatas

Anak SD pun saya yakin paham dengan mudah karena ini bahasa sederhana sekali

Nah dalam ayat Hud 17 Allah memakai kata Al bayyinat atau bukti yang nyata sebagai kata inti kalimat perbandingan diatas , maka kita tinggal melihat keatas siapakah orang yang mempunyai bukti yang nyata itu, dan kita dapat jawabannya pada ayat Hud 12 dan 13

Nabi Hud:13 - Bahkan mereka mengatakan: "MUHAMMAD telah membuat-buat Al Quran (bukti yang nyata) itu", Katakanlah: "(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar".

Nah koq bisa bisanya baik tafsir, terjemahan, dimana pun di dunia ini tidak ada yang bisa melihat hal ini? Padahal sangat mudah memahami ayat ini, karena Al bayyinat yang dimaksud adalah Al Qur'an yang mulia dan itu hanya ada pada nabi Muhammad Saw sesuai as saf ayat 6

Satu barisan (Aş-Şaf):6 - Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)". Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata".

Mengapa mereka tidak melihat ayat Ini? Dan bahkan Ibnu Katsir memakai kata orang orang beriman secara umum yang membawa fitrah yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan ayat ayat diatasnya, dimana dia mengartikan Al bayyinat dengan kata fitrah

sebenarnya ada apa? Apakah ini kesengajaan atau ketidaksengajaan? Tidak mungkin tidak sengaja, pasti sengaja ingin membelokkan makna ayat Hud 17 yang sebenarnya

Ini artinya ada upaya untuk menyembunyikan satu rasul saksi dalam Hud 17

Ini adalah kesengajaan membelokkan makna ayat. Itu artinya jika ayat Al Qur'an mereka berani belokkan maknanya maka bagaimana dengan hadis? Tidak usah ditanyakan lagi

Nabi Hud:19 - (yaitu) orang-orang yang menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan menghendaki (supaya) jalan itu bengkok. Dan mereka itulah orang-orang yang tidak percaya akan adanya hari akhirat.

Akibatnya? Milyaran sudah ummat Islam tersesat dalam kurun waktu seribu empat ratus tahun, bisa hitung berapa jumlah mereka? Belum lagi korban dari tersesatnya mereka, karena pasti ada korban dari orang orang yang salah dalam beragama, lihat saja ISIS dll, bisa hitung jumlah mereka? Apakah anda akan ridho dan diam saja lalu menutup mata seolah olah tidak terjadi apa apa? Saudaraku anda akan ditanya akan hal ini! SEBARKAN DAN SAMPAIKAN KEPADA DUNIA KESALAHAN TERBESAR INI

Minggu, 22 Desember 2019

IMAMAN adalah para saksi yang siddiqin


Besi (Al-Ĥadīd):19 - Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka itu orang-orang Shiddiqien dan orang-orang yang menjadi SAKSI di sisi Tuhan mereka. Bagi mereka pahala dan cahaya mereka. Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni-penghuni neraka.

Jadi ada orang orang yang emang akan menjadi saksi di sisi Tuhan, yang ucapan mereka ini akan menjadi hujjah ketetapan Allah bagi mereka yang bersalah, dan mereka pasti Maksum, tidak mungkin orang yang tidak terjaga kesuciannya, sebab akan menyebabkan kedzaliman jika menjadikan orang yang tdk Maksum alias tidak suci sebagai saksi yang mana ucapan saksi tadi menjadi penentu nasib seseorang, bisa bisa orang tersebut teraniaya karena kesalahan dalam bersaksi, maka saksi ini wajib suci

Nabi Hud:18 - Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan para saksi akan berkata: "Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka". Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim,

Dalam ayat ini para saksi diatas akan menetapkan keputusan "orang orang inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka", lalu kutukan Allah ditimpakan kepada mereka yang berdusta tadi (termasuk Ibnu Katsir Al Kazzab yang berdusta atas nama Allah dalam tafsirnya dalam Hud 17), itu artinya para saksi ini adalah orang orang maksum atau suci yang perkataannya tidak boleh salah dan mengandung hawa nafsu.

Siapa mereka? Satu diantaranya adalah dia yang disebutkan dalam Hud 17 ini

Nabi Hud:17 - Apakah (orang-orang kafir itu sama dengan) orang (Nabi Muhammad Saw) yang ada mempunyai bukti yang nyata (Al Quran) dari Tuhannya, dan diikuti pula oleh seorang saksi (Imam Ali as) dari Allah dan sebelum Al Quran itu telah ada Kitab Musa, IMAMAN dan rahmat? Mereka itu beriman kepada Al Quran. Dan barangsiapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al Quran, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya, karena itu janganlah kamu ragu-ragu terhadap Al Quran itu. Sesungguhnya (Al Quran) itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.

Dialah rasul saksi imam Ali as

Nah selain itu masih ada lagi sebab ayat diatas menyebutkan "orang orang yang menjadi saksi di sisi Tuhan mereka" jadi bukan hanya satu

Sisanya adalah para IMAMAN yang disebut dalam ayat setelahnya

Waming koblihi kitabu Musa IMAMAN warahmatan

Nabi Hud:17 - .. dan sebelum Al Quran itu telah ada Kitab Musa IMAMAN dan rahmat? Mereka itu beriman kepada Al Quran. Dan barangsiapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al Quran, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya, karena itu janganlah kamu ragu-ragu terhadap Al Quran itu. Sesungguhnya (Al Quran) itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.

Nah kata IMAMAN dalam ayat ini adalah para saksi saksi tersebut, merekalah yang akan menjadi jembatan antara kitab dan Rahmat

Artinya jika mau Kitab Allah menjadi Rahmat maka harus melalui IMAMAN, karena mereka adalah maksum atau suci, sehingga Kitab yang suci dapat menuntun manusia tanpa ternoda oleh faktor faktor yang tidak suci

Itulah sebabnya Allah memberikan contoh pada kasus kitab Musa as sebab pada zaman Musa contoh ini sudah ada

Jamuan (Al-Mā'idah):12 - Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat diantara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir air didalamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus.

Sehingga kita disuruh memilih apakah mau atau tidak menjadikan kitab menjadi Rahmat, kalo tidak mau ya tidak dipaksa, tapi resiko tanggung sendiri sebagaimana ummat Musa yang tidak taat pada akhirnya menciptakan kerusakan dimuka bumi, makanya Allah memberikan contoh kepada Kitab Musa as, karena sudah ada dampak negatifnya akibat dari menolak taat pada imam imam mereka.

Itulah sebabnya ayatnya berbunyi waming koblihi kitabu Musa IMAMAN warahmatan

Dan sebelumnnya telah ada kitab Musa IMAMAN warahmatan

Sabtu, 21 Desember 2019

Ibnu Katsir Al Kazzab



Mengatakan "Allah menceritakan" adalah mengatasnamakan Allah namanya, maka wajib menunjukkan dimana Allah menyatakan atau menceritakan hal itu jika tidak maka dusta atas nama Allah 

Nabi saja dilarang ngarang atas nama Allah gimana bisa dia berani menyatakan seperti itu

Hari kiamat (Al-Ĥāqqah):44 - Seandainya dia (Muhammad) mengadakan sebagian perkataan atas (nama) Kami,

Hari kiamat (Al-Ĥāqqah):45 - niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya.

Hari kiamat (Al-Ĥāqqah):46 - Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya.

Ketika dia mengatakan ALLAH MENCERITAKAN Maka itu sama saja mengatakan bahwa Allah lah yang menyatakan bahwa dalam Hud 17 bercerita seperti apa yang dia simpulkan itu sehingga menutup kemungkinan tafsiran lain dan ini sesat kerena jelas menyebabkan tafsiran selainnya akan dinyatakan salah karena telah divonis itulah cerita yang "diceritakan Allah", dan ini adalah dosa besar manakala tidak seperti itu adanya

Seharusnya dia membuktikan terlebih dahulu apa itu bukti yang nyata, apakah fitrah seperti yang dia sangka atau bukan? Bukan malah langsung menyatakan "Allah menceritakan perihal orang yang beriman yang berada diatas fitrah"?  Ini adalah simpulan dia atas ayat ini

Nabi Hud:17 - Apakah (orang-orang kafir itu sama dengan) orang-orang yang ada mempunyai bukti yang nyata (Al Quran) dari Tuhannya, dan diikuti pula oleh seorang saksi (Muhammad) dari Allah dan sebelum Al Quran itu telah ada Kitab Musa yang menjadi pedoman dan rahmat? Mereka itu beriman kepada Al Quran. Dan barangsiapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al Quran, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya, karena itu janganlah kamu ragu-ragu terhadap Al Quran itu. Sesungguhnya (Al Quran) itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.

Maka ketika dia melihat kata bukti yang nyata maka dia kira itu adalah Fitrah yang ada pada semua orang beriman? Maka keluarlah pernyataannya bahwa 

"Allah Subhanahu wa Ta'ala menceritakan perihal orang-orang mukmin yang berada pada fitrah Allah yang telah difitrahkan-Nya kepada semua hamba-Nya, yaitu pengakuan yang menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Disebutkan oleh Allah melalui firman-Nya:

{فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ}

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia me­nurut fitrah itu. (Ar-Rum: 30), hingga akhir ayat.

Ini adalah simpulan dia dalam melihat ayat Hud 17 dan menyatakan seperti itu, nah ketika dia menisbatkan atau menyandarkan pernyataannya sebagai "Allah yang menceritakan" apalagi dengan menukil surat Ar rum 30 untuk memperkuat sangkaannya itu, maka sama saja dia telah berdusta atas nama Allah sekaligus menutup penafsiran selain apa yang dia nyatakan, sehingga ummat akan merasa itulah kebenaran. Ini adalah aksi menutup tafsiran lain selainnya sehingga ummat akan serta merta menolak tafsiran selainnya. Ini namanya dosa besar karena selain mengatasnamakan Allah juga menutup tafsiran lain, bagaimana jika tafsiran dia salah? Itu sama saja menutup tafsiran lain yang bisa saja lebih hak dan benar

Ini sama saja menghalang halangi kebenaran dan membelokkan agama ke arah yang tidak semestinya.

Maka seharusnya publik lebih jeli dan seharusnya jika dia mau jujur melihat "bukti yang nyata" itu pada ayat ayat diatasnya bahwa bukti yang nyata adalah Al Qur'an karena Al Qur'an lah yang menjadi salah satu topik pembicaraan di ayat Hud 1, hingga 12, dan 13

Nabi Hud:13 - Bahkan mereka mengatakan: "MUHAMMAD telah membuat-buat Al QUR'AN (bukti yang nyata) itu", Katakanlah: "(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar".

kemudian baru dipertegas dengan  as saf 6

Satu barisan (Aş-Şaf):6 - Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)". Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa BUKTI-BUKTI YANG NYATA, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata".

Ini lebih masuk akal ketimbang dia menyatakan bahwa bukti yang nyata itu adalah fitrah? Darimana Allah berbicara soal fitrah dari ayat pertama surat Hud? Mengapa dia bisa beranggapan bahwa bukti yang nyata itu adalah fitrah? Ini jelas hanya prasangka dia semata

Nabi Yunus (Yūnus):36 - Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.

Dan sangkaan dia ini dia ambil dari surat Ar rum 30? Jauh sekali dia mengambil arti bukti yang nyata ke surat Ar rum ketimbang melihat ke ayat atas Hud 12, dan 13 yang nyata nyata menyatakan bukti yang nyata itu adalah Al Qur'an

Mengapa dia melakukan hal itu? Itu karena dia tidak mau publik tau bahwa Nabi Muhammad Saw lah yang dimaksud dalam ayat Hud 17 diatas pada kalimat 
"afaMAN kana ala bayyinatin"
Apakah orang yang mempunyai bukti yang nyata (Al Qur'an)
Orang yang dimaksud adalah nabi Muhammad Saw sesuai Hud 13 yang menyatakan dengan jelas nama Nabi Muhammad Saw dan diperkuat dengan as saf ayat 6

Tapi mengapa dia tidak mau publik tau? Itu karena jika ditafsirkan seperti ini maka posisi "saksi dari Allah" pada kalimat selanjutnya akan ditempati oleh Imam Ali as sebagai rasul saksi sebab dalam ayat itu diikuti oleh kalimat
"wayatluhu syahidun minHu"
" Dan dia (Muhammad Saw) diikuti pula oleh seorang saksi dari Allah" nah siapa orang yang mengikuti nabi sejak mula mula dakwah di Makkah? Ya imam Ali as. Karena ayat ayat Hud diatas jelas menyatakan kisah dakwah nabi kepada kaum kafir Quraisy di makkah, maka dengan mudah orang akan mengetahui siapa saksi dalam Hud 17 itu dan ini yang dia tutup tutupin dengan berdusta atas nama Allah

Sebab jika disimpulkan akan seperti ini ayat Hud 17

Nabi Hud:17 - Apakah (orang-orang kafir itu sama dengan) orang (Nabi Muhammad Saw) yang ada mempunyai bukti yang nyata (Al Quran) dari Tuhannya, dan diikuti pula oleh seorang saksi (Imam Ali as) dari Allah dan sebelum Al Quran itu telah ada Kitab Musa IMAMAN dan rahmat? Mereka itu beriman kepada Al Quran. Dan barangsiapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al Quran, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya, karena itu janganlah kamu ragu-ragu terhadap Al Quran itu. Sesungguhnya (Al Quran) itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.

Itu artinya mashabnya dengan sendirinya akan batal, dan mashab syiahlah yang akan menang, dan ini yang tidak dia inginkan, makanya dia akhirnya harus berbohong demi menutupi kebenaran syiah karena dia bermashab sunni dan tentu akan dibunuh penguasa saat itu yang juga bermashab sunni

Agama Islam kalian gugur dan batal demi Hukum


Akidah, syariat umat Islam disusun berdasarkan ayat ayat ayat Al Qur'an, yang tafsirannya pada umumnya diambil dari kitab tafsir Ibnu Katsir karena ini adalah kitab tafsir tertua yang ada sampai hari ini

Nah bagaimana kah kiranya jika kita menemukan fakta bahwa Ibnu Katsir telah berdusta atas nama Allah? Apakah mungkin tafsirannya bisa dipercayai lagi? Saya rasa hanya orang dungu yang masih akan mempercayainya, sebab seseorang yang sudah berdusta atas nama Allah sejatinya dia telah berbuat kurang ajar kepada Allah

Nabi Hud:18 - Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan para saksi akan berkata: "Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka". Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim,

Dia termasuk golongan kaum yang dzalim, fasik dan sangat memalukan

Mari kita lihat kedustaan apa yang dia lakukan?

Anda coba buka tafsir Ibnu Katsir bab surat Hud, dan buka ayat 17nya, dalam tafsirnya ini dia berani mengatakan bahwa "Allah menceritakan" apa yang dia sampaikan tanpa mendahulukan satu biji hadis ataupun ayat sebagai klaimnya itu

Ini petikan tafsirannya

"Allah Subhanahu wa Ta'ala menceritakan perihal orang-orang mukmin yang berada pada fitrah Allah yang telah difitrahkan-Nya kepada semua hamba-Nya, yaitu pengakuan yang menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Disebutkan oleh Allah melalui firman-Nya:

{فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ}

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia me­nurut fitrah itu. (Ar-Rum: 30), hingga akhir ayat.

Di dalam hadis Sahihain disebutkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda:

"كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدانه ويُنَصِّرانه ويُمَجِّسانه، كَمَا تُولَدُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعاء، هَلْ تُحِسُّون فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ؟ "

Setiap anak dilahirkan atas fitrah, maka hanya kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi atau seorang Nasrani atau seorang Majusi. Sama halnya dengan ternak unta betina yang melahirkan unta dalam keadaan utuh, apakah kalian melihat adanya kecacatan pada telinganya?"

Darimana dia bisa mengatakan "Allah menceritakan perihal orang orang mukmin yang mempunyai fitrah dalam Hud 17"???

Dari ayat ayat sebelumnya tidak ditemukan apa yang dia maksudkan, lalu kenapa bisa dia mengatakan Allah menceritakan bahwa dalam Hud 17 itu bercerita soal orang orang yang beriman dan mempunyai fitrah?

Justru jika kita lihat ayat ayat diatasnya justru Allah menceritakan kisah dakwah nabi yang mempunyai bukti yang nyata dan sedang berdakwah kepada kaum kafir Quraisy, lalu mana yang dia sebut Allah menceritakan tentang orang orang yang mempunyai fitrah itu? Sehingga dia bisa menyatakan itu Allah yang menceritakan? Ini penipuan atas nama Allah! Tidak ada alasan lain, ini penipuan namanya, dan demi menguatkan penipuannya dia mencomot surat Ar rum 30? Dia menipu dua kali dalam ayat ini, sebab darimana dia bisa mengatakan bahwa Ar rum 30 adalah untuk menjelaskan ayat Hud 17, senada saja tidak, sekaitan saja tidak, koq bisa dia mencomot Ar rum 30? 

Mengapa dia tidak memakai ayat ayat sebelumnya? Sebab itu yang seharusnya dia lakukan karena ayatnya satu rentetan kisah, kenapa dia tidak melakukan hal itu?

Ini jelas penipuan namanya

Tujuannya apa? Demi menutup nutupi fakta bahwa orang yang mempunyai bukti yang nyata dalam Hud 17 adalah nabi Muhammad Saw yang namanya tercantum dalam Hud 13

Nabi Hud:13 - Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al Quran (bukti yang nyata) itu", Katakanlah: "(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar".

itu artinya jika ini yang dia lakukan dengan benar maka akan terkuak satu fakta bahwa ada rasul saksi yang menyertai nabi

Nabi Hud:17 - Apakah (orang-orang kafir itu sama dengan) orang (Nabi Muhammad Saw) yang ada mempunyai bukti yang nyata (Al Quran) dari Tuhannya, dan diikuti pula oleh seorang saksi (Imam Ali as) dari Allah dan sebelum Al Quran itu telah ada Kitab Musa, IMAMAN dan rahmat? Mereka itu beriman kepada Al Quran. Dan barangsiapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al Quran, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya, karena itu janganlah kamu ragu-ragu terhadap Al Quran itu. Sesungguhnya (Al Quran) itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.

Itu artinya dia menutup nutupi kebenaran atas nama Allah, berdusta menyesatkan ummat atas nama Allah agar orang percaya

Tujuannya jelas ingin menyesatkan umat Islam, maka tafsirannya yang dipakai selama ini sudah tidak bisa dipercaya lagi karena sudah terbukti dia berani berdusta atas nama Allah

Maka semua akidah, syariat ummat Islam batal demi hukum karena berdasar atas tafsiran sang pendusta

Agama penipu, Ibnu Katsir Al Kazzab berdusta atas nama Allah


Sabtu 21 Desember 2019
Akhir dari kejayaan Kitab Ibnu Katsir dan hari runtuhnya agama Islam Abal abal

Segala sesuatu punya ajal, ya termasuk kitab Ibnu Katsir itu sendiri. Siapa sangka akhirnya keciduk juga dia berdusta atas nama Allah, dan ini hukumnya adalah dzalim

Nabi Hud:18 - Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan para saksi akan berkata: "Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka". Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim,

Sepandai pandai tupai melompat ya jatuh juga

Dalam kitabnya bab surat Hud ayat 17, setelah mengutip ayat 17 beliau menerangkan bahwa "Allah menceritakan"

Berikut petikannya

Hud, ayat 17
{أَفَمَنْ كَانَ عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّهِ وَيَتْلُوهُ شَاهِدٌ مِنْهُ وَمِنْ قَبْلِهِ كِتَابُ مُوسَى إِمَامًا وَرَحْمَةً أُولَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ مِنَ الأحْزَابِ فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ فَلا تَكُ فِي مِرْيَةٍ مِنْهُ إِنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يُؤْمِنُونَ (17) }

Apakah (orang-orang kafir itu sama dengan) orang-orang yang ada mempunyai bukti yang nyata (Al-Qur'an) dari Tuhannya, dan di­ikuti pula oleh seorang saksi (Muhammad) dari Allah dan sebelum Al-Qur'an itu telah ada kitab Musa yang menjadi pedoman dan rahmat? Mereka itu beriman kepada Al-Qur’an. Dan barang siapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al-Qur’an, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya. Karena itu, janganlah kamu ragu-ragu terhadap Al-Qur'an itu. Sesungguhnya (Al-Qur'an) itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.

Allah Subhanahu wa Ta'ala menceritakan perihal orang-orang mukmin yang berada pada fitrah Allah yang telah difitrahkan-Nya kepada semua hamba-Nya, yaitu pengakuan yang menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Disebutkan oleh Allah melalui firman-Nya:

{فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ}

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia me­nurut fitrah itu. (Ar-Rum: 30), hingga akhir ayat.

Dalam menafsirkan ayat ini Ibnu Katsir langsung mengatakan
"Allah Subhanahu wa Ta'ala menceritakan perihal orang-orang mukmin yang berada pada fitrah Allah yang telah difitrahkan-Nya kepada semua hamba-Nya"

Lah ini ucapan dia atas dasar apa mengatakan bahwa dalam Hud 17 ini Allah sedang menceritakan tentang orang orang mukmin yang berada pada fitrah Allah? Apa ada hadisnya yang menerangkan bahwa Hud 17 itu memang bercerita tentang orang mukmin yang berada diatas fitrah Allah? Koq bisa dia langsung sematkan bahwa itu kata Allah bukan kata dia sendiri? Dia berpendapat baru kemudian dia menyatakan Allah yang menceritakan, ini namanya berdusta atas nama Allah! Al Kazzab!

Gak ada awan gak ada petir tiba tiba hujan, seperti itulah yang terjadi pada Hud 17, tidak ada acuan tiba tiba, ujug ujug Ibnu Katsir mengatakan Allah menceritakan? Apakah dia dapat Wahyu bahwa Hud 17 itu emang tentang orang mukmin yang berada diatas fitrah, sehingga dia bisa berkata atas nama Allah, "Allah menceritakan?" Ini benar benar keterlaluan, mengatasnamakan Allah atas pendapat dia sendiri agar ummat percaya dan yakin seperti itulah yang diceritakan Allah? 

Waduh ini penipuan atas nama Allah, eh kemudian dia mencomot ayat Allah lagi Ar rum 30 demi menguatkan kebohongannya itu, YASSALAAMMM benar benar kurang ajar!
Benar benar keterlaluan!

Jikalau dia terlebih dahulu mengutip hadis bahwa nabi bersabda bahwa Hud 17 itu tentang orang orang yang berada diatas fitrah ya tidak masalah, itu artinya dia berdalil dari hadis sehingga mengatakan hal itu

Ini dia gak mengedepankan hadis terlebih dahulu sebagai dasar ungkapannya, gak ada ayat dasar yang menjadikan dia mengatakan hal tersebut, loh koq bisa mengatakan itu Allah yang menceritakan?

Kalo saja ayat sebelumnya memang menyinggung masalah orang orang beriman yang berada diatas fitrah ya wajar saja jika dia kemudian mengatakan "Allah menceritakan" karena emang dari ayat ayat sebelumnya menceritakan hal itu, lah ini kagak ada ayat ayat sebelumnya yang menceritakan soal itu, koq bisa dia nisbatkan kepada Allah?

Waduh ini benar benar dusta atas nama Allah 

Jika dia bisa berdusta pada ayat ini maka bagaimana dengan ayat ayat yang lain? Apa menjamin dia tidak sedang berdusta juga?

Jika dengan ayat Allah saja dia bisa sekurang ajar ini berdusta atas nama Allah maka bagaimana dengan hadis Nabi Muhammad Saw apakah dia tidak akan berdusta memakai hadis hadis dalam menafsirkan ayat dalam kitab tafsirnya dan mengatasnamakan nabi Muhammad Saw? 

Ini artinya semua tafsiran dia gugur dengan sendirinya karena terciduk berdusta atas nama Allah
Itu artinya ini adalah akhir dari kejayaan kitabnya, dan sekaligus menandai runtuh Islam Abal Abal yang berdiri diatas hujjah Ibnu Katsir itu sendiri

Maaf saya kejam? Kurang ajar, oh tidak ini demi kebaikan kalian, karena kalian sedang beragama diatas pondasi kitab penuh dusta belaka

Ibnu Katsir sang pendusta



Dalam tafsir Ibnu Katsir Hud 17 ada yang aneh, biasa tafsir itu harus mengutip hadis nabi lah, atau atsar

Lah ini dia tidak mengutip hadis maupun atsar sahabat tiba tiba dia bisa mengatakan bahwa Allah yang menceritakan? Dia dapat Wahyu darimana bahwa Hud 17 itu Allah menceritakan tentang orang orang beriman yang mempunyai fitrah?

Allah Subhanahu wa Ta'ala menceritakan perihal orang-orang mukmin yang berada pada fitrah Allah yang telah difitrahkan-Nya kepada semua hamba-Nya, yaitu pengakuan yang menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Disebutkan oleh Allah melalui firman-Nya:

{فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ}

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia me­nurut fitrah itu. (Ar-Rum: 30), hingga akhir ayat.

Di dalam hadis Sahihain disebutkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda:

"كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدانه ويُنَصِّرانه ويُمَجِّسانه، كَمَا تُولَدُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعاء، هَلْ تُحِسُّون فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ؟ "

Setiap anak dilahirkan atas fitrah, maka hanya kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi atau seorang Nasrani atau seorang Majusi. Sama halnya dengan ternak unta betina yang melahirkan unta dalam keadaan utuh, apakah kalian melihat adanya kecacatan pada telinganya?

Lalu dia mencomot ayat ar rum 30? Darimana ceritanya dia menghubungkan Hud 17 dengan ar rum 30 untuk menutupi kebohongannya?

Dia menyatakan "Allah menceritakan", dapat dari mana dia bisa bilang bahwa Allah dalam Hud 17 itu sedang bercerita tentang orang orang beriman yang mempunyai fitrah? Apa emang dari ayat sebelumnya emang Allah sedang menceritakan hal itu? Kan tidak, justru dari ayat ayat sebelumnya Allah justru bercerita tentang dakwah nabi yang mempunyai bukti yang nyata yaitu Al Qur'an yang sedang berdakwah kepada kaum kafir Quraisy, dan gak ada satu ayat pun dalam ayat ayat diatasnya bercerita soal orang orang beriman yang mempunyai fitrah, lalu si penipu ini bisa mengatakan Allah bercerita darimana? Ini penipuan namanya, Allah sedang tidak bercerita soal orang orang beriman yang mempunyai fitrah dalam Hud sebelumnya koq dia bisa mengatakan bahwa Allah sedang menceritakan apa yang dia sampaikan? Apa dia dapat Wahyu yang menyatakan bahwa wahai Ibnu Katsir Hud 17 itu bercerita soal orang orang beriman yang mempunyai fitrah? Lalu untuk menipu ummat dia mencomot surat Ar rum 30? Ini penipuan atas nama Allah

Jelas ini penipuan atas nama Allah

Nabi Hud:18 - Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan para saksi akan berkata: "Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka". Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim,

Ini jelas jelas kedzaliman yang nyata, dan disengaja karena dia tau ada ayat ini bahwa tidak boleh berdusta atas nama Allah tetapi dia tetap menipu ummat

Entah apa yang merasukinya sehingga dia berani menipu milyaran manusia dan menyebabkan kesesatan

Jika dia mau jujur harusnya dia berkata "Allah menceritakan soal dakwah nabi yang mempunyai bukti yang nyata dan nabi  berdakwah kepada kaum Kafir Quraisy diikuti saksi" karena seperti itulah ayat ayat dalam Hud 2 sampai 16 bercerita, bukan malah mengatakan Allah bercerita soal orang yang mempunyai fitrah? 

Ini penipuan besar dan sangat kejam

Jika kepada Al Qur'an yang suci saja mereka dapat berdusta seperti ini maka bagaimana dengan hadis nabi? Yassalam sangat mengerikan, makanya jangan heran jika akibatnya ummat banyak tersesat dan saling menumpahkan darah.

Ya Allah kutuklah mereka yang berani mengatasnamakan DiriMu demi menipu ummat

Kasian milyaran manusia tersesat hingga hari ini, Sangat disesalkan

Jumat, 20 Desember 2019

Pembukuan Hadis Syiah 1


Yang dimaksud dengan hadis Syiah adalah hadis-hadis Nabi saw dan para imam as dari jalur Syiah. Para imam sebagai pengganti Nabi saw memiliki dua keistimewaan; warisan ilmu dan ishmah. Ucapan dan perbuatan mereka memiliki validitas sebagaimana ucapan dan perbuatan Nabi saw.[1]Nabi saw dalam hadis mutawatir Tsaqalain[2]mewasiatkan untuk berpegang teguh kepada Ahlul Bait, karena mereka faktor keselamatan dari kesesatan. Maka hujjiah mereka pun telah disahkan. Oleh karena itu, disamping mencatat riwayat-riwayat Nabi saw, kaum Syiah juga menulis hadis para imam.

Sikap Syiah sejak awal memperbolehkan penulisan hadis sebagai landasan pembukuannya. Nabi saw sendiri telah mendiktekan beberapa hal kepada Ali bin Abi Thalib as.[3] Terkadang beliau saw memberikan tulisan hadis kepada Fatimah[4] sebagai sebuah hal yang berarti baginya.[5] Imam Ali as termasuk katib Nabi saw yang disamping menulis Al-Quran, juga surat-surat perjanjian beliau saw.[6]Berdasarkan riwayat Suyuti,[7] beliau saw juga menganjurkan menulis hadis, terutama dengan sanadnya.

Imam Ali as juga memiliki beberapa orang katib, seperti Ali dan Ubaidillah bin Abu Rafi’.[8] Menurut Ibnu Nadim,[9] terdapat beberapa dokumen dengan tulisan tangan Imam Ali, Imam Hasan dan Imam Husain as.

Dengan bukti-bukti ini, ketika ulama menyebutkan perbedaan pendapat sahabat Nabi saw terkait penulisan hadis, mereka menyebut nama Imam Ali dan Imam Hasan dalam kelompok orang yang menyetujui penulisan hadis.[10] Para imam lain juga menekankan untuk mencatat ilmu.[11]

Tahapan Pembukuan Hadis Syiah

Tahapan hadis Syiah sejak shudur hingga pembukuan final dapat disebutkan sebagai berikut:

a) Pembukuan Warisan Ilmiah Para Imam as

Kitab pertama yang dibukukan dalam Islam adalah kitab dengan dikte Nabi saw melalui tulisan tangan Ali as. Kitab itu dikenal dengan “Shahifah Jami’ah” atau “Jami’ah”,[12] salah satu sokongan hadis Syiah[13] yang menunjukkan kesesuaian hadis Syiah dengan Sunnah Nabi saw dan juga kecakapan para imam sebagai pewaris ilmu Nabi saw.[14]

Dalam riwayat-riwayat Ahlu Sunnah terdapat topik “Shahifah Ali”. Shahifah ini mencakup beberapa hukum fikih, seperti diyah, pembebasan budak, tidak diperbolehkannya membunuh seorang mukmin di hadapan kafir.[15]

b) Pembukuan Ushul Hadis

Ushul hadis memformat dasar-dasar pertama hadis Syiah. Menurut istilah para ahli hadis Syiah, “Ashl” jamaknya “Ushul” adalah salah satu jenis kitab hadis. Meskipun terdapat perbedaan pendapat dalam definisinya, akan tetapi biasanya digunakan sebagai lawan “kitab” atau “tashnif”.[16]

Ushul hadis disusun oleh sahabat-sahabat para imam as. Dengan adanya dorongan untuk menulis hadis dan banyaknya jumlah sahabat para imam, maka ushul yang dibukukan sangat banyak jumlahnya. Ushul ini disebut dengan “Ushul Arba’miah” karena perkiraan jumlahnya mencapai 400 atau karena alasan lain.[17] Ushul Arba’miahini banyak dibukukan oleh murid-murid Imam Baqir, Imam Shadiq dan Imam Kadhim as.[18]Ushul Arba’miah menjadi dasar kitab-kitab hadis Syiah sejak abad ke-3 dan selanjutnya. Kutub Arba’ah dan seluruh karya hadis mutaqaddimin lahir dari Ushul Arba’miah.

Pasca penyusunan Kutub Arba’ah, motifasi ulama untuk mentraskrip ushul mulai berkurang. Disamping itu, sebagian ushul telah lenyap dalam peristiwa pembakaran perpustakaan Karkh Baghdad pada tahun 447.[19]

Berdasarkan bukti-bukti yang ada,[20] ushul hadis dari sisi volume dan jumlah hadis (relatif) terbatas dan tidak dapat dibandingkan dengan kitab-kitab yang ada pada masa-masa berikutnya. Disamping itu, ushul tersebut belum tersusun perbab.[21] Hal itu dikarenakan perhatian para perawi lebih tertuju kepada pencatatan riwayat. Biasanya ushuldikenal dengan nama penulisnya, seperti Ashl Ashim bin Humaid dan Ashl Hafsh bin Suqah.

c) Pembukuan Hadis Abad Ke-3

Pasca wafatnya Imam Ja’far Shadiq tahun 148, mayoritas imam berpindah dari Madinah ke Irak. Akibatnya, hubungan kaum Syiah dengan para imam menjadi terbatas. Untuk mengatasi permasalahan keagamaan, kaum Syiah mengandalkan para ahli hadis dan perawi. Pada masa itu, ratusan murid Imam Shadiq menukil dan menyebarkan hadis di pusat-pusat keilmuan.[22]Ribuan hadis yang mayoritas tidak berbab ada pada mereka.

Untuk pertama kalinya, dengan memanfaatkan riwayat-riwayat yang dimiliki, sebagian murid Imam Shadiq dan Imam Kadhim as, seperti Hariz bin Abdullah Sajistani,[23] Muawiyah bin Ammar[24] dan Muawiyah bin Wahab[25] menulis beberapa kitab tentang Shalat, Zakat, Puasa, Haji dan Keutamaan Haji.

Sejak masa Imam Ridha as, terutama abad ke-3, klasifikasi riwayat sesuai berbagai topik fikih, teologi dan akhlak berjalan cepat. Penulisan kitab di masa itu juga mengalami kemajuan pesat. Pemukanya merupakan generasi ketiga dari ashab ijma’.[26]

Diantara tokoh masa itu adalah Hasan bin Sa’id Ahwazi dan saudaranya Husain, dan Ali bin Mahziyar Ahwazi. Dua bersaudara ini secara bersamaan menulis 30 kitab yang masing-masing menjadi kitab jami’ riwayat dalam tema khusus. Ibnu Mahziyar juga menulis 30 kitab.[27]

Dengan dibatasinya ruang gerak para imam pasa masa itu, tokoh-tokoh hadis beraktifitas di masjid-masjid dan hauzah-hauzah (pusat ilmu agama).[28] Disamping menulis hadis, mereka juga mempersiapkan katalog kitab-kitab hadis, terutama kitab-kitab yang mereka peroleh melalui sima’ dan qiraah.[29]

Kitab-kitab di atas menginspirasi munculnya kitab-kitab hadis yang lebih besar pada abad ke-4 dan ke-5. Syeikh Shaduq meyakini banyak kitab mutaqaddimin sebagai referensi kitab “Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih”.[30] Demikian pula dengan Syeikh Thusi dalam Al-Fihrist, juga “Masyikhah” Tahdzib Al-Ahkam dan Najasyi dalam kitab Rijalnya menyebut jalur mereka hingga ke penulis-penulis ushul dan mushannafat. Saat ini, kitab-kitab tersebut tidak tersisa kecuali sedikit sekali, seperti Mahasin Barqi.[31]

Sejak masa Imam Shadiq as dan setelahnya, sekelompok orang ditunjuk menjadi wakil atau perantara antara imam dan kaum Syiah. Mereka mengumpulkan pertanyaan-pertanyaan hukum dan menyampaikannya kepada imam. Lalu mereka memperoleh jawaban yang biasanya disertai dengan tulisan dan tanda tangan imam.[32] Terkadang para imam juga mengirimkan surat atau tulisan untuk kaum Syiah melalui para wakil dan menentukan tugas atau taklif mereka dalam menghadapi fenomena-fenomena sosial.[33]

Karena tulisan dan jawaban para imam atas pertanyaan kaum Syiah dianggap sebagai hadis atau riwayat, maka para ahli hadis mengumpulkan dan membukukannya hingga muncul kitab-kitab dengan judul “Masail” dan “Rasail” sebagai referensi-referensi hadis.

Syeikh Thusi saat menjelaskan karya-karya Abdullah bin Ja’far Himyari, menyebut kitab “Masail” dan “Tauqi’at”. Najasyi[34] menyebutkan 3 kitab Abdullah tersebut sebagai berikut: “Masail Ar-Rijal wa Mukatabatuhum Abal Hasan Ats-Tsalits as”, “Masail li Abi Muhammad Al-Hasan as ‘ala Yadi Muhammad bin Utsman Al-‘Amri” dan “Masail Abi Muhammad wa Tauqi’at”. Zakariya bin Adam, Muhammad bin Sulaiman, Harun bin Muslim, Ya’qub bin Yazid, Ya’qub bin Ishaq Sikkit dan Ahmad bin Ishaq Asy’ari termasuk orang-orang yang membukukan “Masail” pada periode ini.[35] Kulaini juga menulis sebuah kitab bernama “Rasail Al-Aimmah”.[36]

Koleksi Rasail dan Masail masih terjaga hingga abad ke-5 dan menjadi bagian referensi Kutub Arba’ah dan kitab-kitab lainnya seperti Ushul Riwa’i. Namun semuanya lenyap secara bertahap setelah taqthi’ dan klasifikasi kontennya.[37]

Ibnu Babawaih menegaskan bahwa ia memperoleh koleksi surat dan tauqi’at Imam Hasan Askari as dari tulisan beliau sendiri melalui Abu Ja’far Shaffar. Harun bin Musa Talla’kabari dan Ahmad bin Husain bin Abdullah Ghadlairi juga mereportasikan bahwa mereka melihat berbagai surat imam ke-11 dan 12.[38]

Ibnu Babawaih[39] dan Syeikh Thusi[40] dari Mutaqaddimin atau Muhammad Baqir Majlisi[41](wafat 1110) dari Mutaakhkhirin mengumpulkan berbagai tauqi’at Imam Mahdi as. (Bersambung)

 

[1] Lihat: QS. Al-Waqiah [96]: 79; Al-Ahzab [33]: 31.

[2] Lihat: Al-Muraja’at, Abdul Husain Syarafuddin, Cetakan Husain Radhi, Beirut 1982/1402, halaman 72 – 75; Al-Bayan fi Tafsir Al-Quran, Abul Qasim Khui, Beirut, 1987/1408, halaman 499: Kemutawatiran Hadis Tsaqalain.

[3] Bashair Ad-Darajat fi Fadhail Ali Muhammad saw, Muhammad bin Hasan Shaffar Qommi, Cetakan Muhsen Koucheh Baghi Tabrizi, Qom, 1404, halaman 167.

[4] Al-Kafi, Kulaini, jilid 2, halaman 667.

[5] Dalail Al-Imamah, Muhammad bin Jarir bin Rustam Thabari, Qom, 1413, halaman 65 – 66.

[6] Tarikh-e Qoran, Mahmoud Ramyar, Tehran, 1362 HS, halaman 266; Rasm Al-Mushaf: Dirasah Lughawiyyah Tarikhiyyah, Ghanim Qadduri Al-Hamd, Baghdad, 1982/1402, halaman 96.

[7] Jilid 2, halaman 63.

[8] Fehrist Asma’ Mushannifi Asy-Syiah Al-Musytahir bi Rijal An-Najasyi, Cetakan Musa Syubairi Zanjani, Qom, 1407, halaman 4 – 6; Rijal Ath-Thusi, Muhammad bin Hasan Thusi, Najaf, 1961/1380, halaman 7.

[9] Halaman 46.

[10] Lihat: Muqaddimah Ibnu Shalah fi Ulum Al-Hadits, Cetakan Shalah bin Muhammad bin ‘Uwaidhah, Ibnu Shalah, Beirut 1995/1416, halaman 119; Tadrib Ar-Rawi fi Syarh Taqrib An-Nawawi, Abdurrahman bin Abi Bakr Suyuti, Cetakan Ahmad Umar Hasyim, Beirut, 1989/1409, jilid 2, halaman 61.

[11] Al-Kafi, jilid 1, halaman 52. Lihat juga: Ikhtiyar Ma’rifah Ar-Rijal, Muhammad bin Umar Kasyi, [Ringkasan] Muhammad bin Hasan Thusi, Cetakan Hasan Mustafawi, Masyhad, 1348 HS, halaman 143 – 144; Muhaj Ad-Da’awat wa Minhaj Al-‘Ibadat, Ibnu Thawus, Qom, 1411, halaman 219 – 220 dan Ma’rifah Al-Hadits wa Tarikh Nasyrih wa Tadwinih wa Tsaqafatih ‘inda Asy-Syiah Al-Imamiyyah, Muhammad Baqir Behbudi, Tehran 1362 HS, halaman 23.

[12] Tarikh Tadwin Al-Hadits wa Kitabatuh, Ali Akbar Ghifari dalam Abdullah Mamaqani, Ringkasan Miqbas Al-Hidayah, Cetakan Ali Akbar Ghifari, [Tehran], 1369 HS, halaman 227; Ma’alim Al-Madrasatain, Murtadha Askari, Tehran 1413, halaman 316 – 322.

[13] Lihat: Jami’ah.

[14] Lihat: Al-Kafi, jilid 7, halaman 94 – 95; Ikhtiyar Ma’rifah Ar-Rijal, halaman 376; Rijal An-Najasyi, halaman 360.

[15] Lihat: Shahih Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail Bukhari Ja’fi, Istanbul, 1981/1401, jilid 1, halaman 36; Musnad Al-Imam Ahmad bin Hanbal, Ibnu Hanbal, [Kairo], 1313, Beirut Offset Press, jilid 1, halaman 79, 81, 100, 102, 110, jilid 2, halaman 35, 121; Ikhtilaf Al-Hadits, Muhammad bin Idris Syafi’i, Cetakan Muhammad Ahmad Abdul Aziz, Beirut, 1986/1406, halaman 221.

[16] Lihat: Ashl.

[17] Ar-Ri’ayah fi ‘Ilm Ad-Dirayah, Zainuddin bin Ali Syahid Tsani, Cetakan Abdul Husain Muhammad Ali Baqqal, Qom, 1408.

[18] Lihat: Pozhuheshi dar Tarikh-e Hadis, halaman 177 – 193.

[19] Yaqut Hamawi, jilid 1, halaman 799; Agha Bozorgh Tehrani, jilid 2, halaman 134: 448.

[20] Lihat: Rijal An-Najasyi, halaman 134 – 135.

[21] Ibid.

[22] Rijal An-Najasyi, halaman 40.

[23] Ibid, halaman 144 – 145; Al-Fihrist, Muhammad bin Hasan Thusi, Cetakan Muhammad Shadiq Ali Bahrul Ulum, Najaf 193/1356, Offset Press Qom, 1351 HS, halaman 62 – 63.

[24] Rijal An-Najasyi, halaman 411.

[25] Ibid, halaman 412.

[26] Lihat: Ikhtiyar Ma’rifah Ar-Rijal, halaman 556; Ashab Al-Ijma’.

[27] Rijal An-Najasyi, halaman 50 – 60, 253 – 254.

[28] Lihat: Pozhuheshi dar Tarikh-e Hadis, halaman 355 – 379.

[29] Risalah Abi Ghalib Ar-Razi ila Ibni Ibnih fi Dzikr Ali A’yan wa Takmilatuha li Abi Abdillah Al-Ghadhairi, Ahmad bin Muhammad Razi, Cetakan Muhammad Ridha Husaini, Qom, 1411, halaman 160 – 167; Kitab Man La Yahdhuruh Al-Faqih, Ibnu Babawaih, Cetakan Hasan Musawi Khursan, Beirut, 1981/1401, jilid 1, halaman 4 – 5; Ma’rifah Al-Hadits wa Tarikh Nasyrih wa Tadwinih wa Tsaqafatih ‘inda Asy-Syiah Al-Imamiyyah, halaman 28 – 33.

[30] Man La Yahdhuruh Al-Faqih, jilid 1, halaman 3 – 5.

[31] Rijal An-Najasyi, halaman 76; Al-Mahasin, Cetakan Mehdi Rajai dalam 2 jilid, 1413.

[32] Lihat: Al-Kafi, jilid 5, halaman 566; Rijal An-Najasyi, halaman 283; Ikhtiyar Ma’rifah Ar-Rijal, halaman 162; Ma’rifah Al-Hadits wa Tarikh Nasyrih wa Tadwinih wa Tsaqafatih ‘inda Asy-Syiah Al-Imamiyyah, halaman 17.

[33] Hayah Al-Imam Al-Hasan Al-Askari, Muhammad Baqir Syarif Quraisyi, Beirut, 1408, halaman 73 – 88; Pozhuheshi dar Tarikh-e Hadis, halaman 343.

[34] Rijal An-Najasyi, halaman 220.

[35] Lihat: Rijal An-Najasyi, halaman 91, 174, 347, 438, 449, 450.

[36] Ibid, halaman 377.

[37] Pozhuheshi dar Tarikh-e Hadis, halaman 350.

[38] Rijal An-Najasyi, halaman 355, 380.

[39] Kamal Ad-Din wa Tamam An-Ni’mah, Ibnu Babawaih, Cetakan Ali Akbar Ghifari, Qom, 1363 HS, jilid 2, halaman 482 – 522.

[40] Kitab Al-Ghaibah, Muhammad bin Hasan Thusi, Cetakan Ibadullah Tehrani dan Ali Ahmad Nashih, Qom, 1411, halaman 41 – 345

[41] Bihar Al-Anwar, jilid 53, halaman 150-190


http://ikmalonline.com/pembukuan-hadis-syiah-1-dari-2/