Jumat, 23 April 2021

“Imamim Mubin”


BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM

Ammar bin Yasir, sahabat dekat Imam Ali bin Abi Thalib as suatu ketika bertutur:

Pada satu peperangan, aku dan Imam Ali melewati sebuah lembah yang dipenuhi oleh semut. Akupun berkata kepada imam Ali, “Wahai Tuanku, apakah ada yang mengetahui jumlah semut disini?”

“Wahai Ammar, aku mengetahuinya.” Jawab Imam Ali. “Bagaimana engkau mengetahuinya?” tanya Ammar lagi. Imam Ali melanjutkan:

“Wahai Ammar, tidakkah engkau membaca surah Yasin? Yang mengatakan:

وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ

“… dan segala sesuatu kami kumpulkan dalam Imam yang Nyata
(QS Yasin 36: 12)”

“Demi Allah, jiwaku ku korbankan untukmu, sesungguhnya aku telah membaca surah itu berkali-kali”, ujar Ammar.

“Maksud dari Imamim Mubin yang tersebut dalam surah Yasin itu adalah diriku”, sebut Imam Ali (Tafsir Jami’ jil.5).

Imam Ali merupakan sahabat Nabi SAW yang dikenal cerdas. “Aku kota ilmu dan Ali pintunya”, kata Baginda SAW. Begitu cerdasnya. Sampai-sampai Umar bin Khatab keheranan, kenapa ia bisa secerdas itu. Terkait ini, Ibnu Abil Hadid menuturkan:

Umar bin Khatab suatu ketika berkata kepada Ali bin Abi Thalib,” aku heran kepadamu wahai Ali, setiap aku menanyakan sesuatu kepadamu, engkau tidak pernah mengatakan tidak tahu, melainkan selalu menjawabnya secara langsung, bahkan tanpa berpikir sejenak pun.”

Lalu Imam Ali menunjukan lima jarinya kepada Umar seraya berkata: “Wahai Umar, berapakah ini?”. Seketika Umar tanpa berfikir menjawab, “lima.”

Ali menyela, “Umar, mengapa engkau menjawabnya terlalu cepat tanpa berfikir sedikit pun?”. “Ah, pertanyaan itu mudah sekali”, jawab Umar.

Lalu Ali menerangkan, “Ketahuilah wahai Umar! Sesungguhnya bagiku semua ilmu pengetahuan dan jawaban dari segala masalah adalah semudah engkau menjawab pertanyaanku tadi.”

Ilmu pengetahuan dan kebenaran itu jelas bagi Ali, seperti jelasnya Umar melihat lima jari tangan Ali. Begitulah Allah telah memberi kelebihan kepada manusia yang satu ini. Maka tidak heran, sang Imamim Mubin ini bahkan tau jumlah semut yang ada disebuah lembah.

Statistik kita secara lahiriah belum sampai pada tingkat menghitung semut. Masih pada urusan hitungan kambing dan lembu. Itupun datanya masih rancu. Namun secara maknawi, kisah kecerdasan imam Ali ini menyiratkan bagi kita pentingnya data-data rinci sampai kepada hal-hal “kecil”. Itu baru cerdas. Itu baru prestasi.

Imamim Mubin dalam versi lainnya diterjemahkan dengan “Kitab Induk”. Itulah bank data!

Bank data dan informasi (Kitab Induk) sesungguhnya ada di Lauh Mahfudz. Itulah Alquran yang “asli” (qadim). Hanya mereka yang telah disucikan (kasyaf) yang bisa “menyentuhnya” (QS. Al-Waqiah: 79). Kalau tidak kasyaf, kita hanya mampu mengakses informasi abal-abal, dan biasanya untuk penggunaan yang abal-abal pula.

Saya kira statistik itu ilmu tentang “kesucian data,” cara memperoleh, menjaga dan menggunakannya.

Wamaa taufiqi illa billah 'alaihi tawakkaltu wa ilaihi uniib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar