Selasa, 07 Agustus 2018

Hak dan Kedaulatan II

Jamuan (Al-Mā'idah):51 - Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.

Orang beriman itu punya pemimpin sebagaimana orang nasrani dan yahudi juga mempunyai pemimpinnya sendiri

"sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain"

Itu artinya dalam nasrani dan yahudi masing masing sudah memiliki pemegang kedaulatan Allah diantara mereka,  termasuk muslim sendiri mempunyai pemegang hak dan kedaulatan Nya juga yang telah Allah tentukan yaitu dari golongan rasul rasul juga atau orang orang yang telah ditunjuk oleh rasul rasul sebagai pengganti sementara sampai muncul rasul baru. 

Ini dalam konteks pemegang hak dan kedaulatan di tangan Allah,  yaitu sebuah sistem yang kitab induknya adalah kitab suci

Sebaliknya dalam sebuah negara yang hak dan kedaulatannya ada ditangan rakyat maka kewenangan pemimpin dikembalikan kepada pemegang hak dan kedaulatan yaitu rakyat.  Maka aturan diatas dilihat dengan tidak boleh mengesampingkan hak dan kedaulatan setempat

Pasalnya Allah sangat menghargai pemenang perang,  sebab hak dan kedaulatan dimenangkan oleh pemenang perang, makanya setiap nabi dan rasul memiliki panji, ar raya atau bendera sebagai lambang kedaulatan dan wajib dipertahankan dengan harta dan nyawa,  jika kalah dan direbut lawan maka hak dan kedaulatanNya terenggut dan itu sah,  maka yang merebutnya diakui haknya sebagai pemilik kedaulatan

Maka penjajahan oleh bangsa bangsa eropa diakui hak dan kedaulatannya sebagaimana terakuinya hak dan kedaulatan penguasa islam lainnya.  Maka itulah hak dan kedaulatan dibentuk dan diakui dalam islam oleh setiap pemenang perang,  ini aturan keadaban,  sebab jika tidak diakui maka perang tidak akan pernah berakhir

Setiap negara yang dimenangkan oleh perang diakui dalam agama termasuk negara Indonesia yang memenangkan perang dari penjajah maka hak dan kedaulatannya diakui oleh Agama, maka aturan yang muncul dari pemegang hak dan kedaulatan sangat diakui oleh agama

Dan siapa pemegang hak dan kedaulatan dalam negara tergantung siapa yang memenangkan peperangan

Jika raja maka rajalah pemegang hak dan kedaulatan

Jika rakyat maka rakyat lah pemegang hak dan kedaulatan

Di indonesia yang memenangkan perang sejatinya raja Jokjakarta dan rakyat pesantren terutama NU dan Muhammiah,  masyumi dan raja raja kecil senusantara baik muslim,  nasrani hindu dan budha

Karena dari merekalah harta dan pasukan dibentuk maka karena itulah menjadi hak seluruh rakyat indonesia

Aturan yang berlaku adalah aturan pemegang hak yaitu rakyat Indonesia.

Maka aturan kepemimpinan pun yang berlaku adalah aturan indonesia selama dalam wilayah Indonesia

Ayat al maidah 51 berlaku dalam wilayah hak dan kedaulatan Islam yang perangnya khusus dimenangkan oleh panji islam

Indonesia yang memenangkan perang bukan hanya panji islam tetapi panji semua rakyat indonesia dari berbagai agama jadi ayat itu tidak bisa diterapkan dalam wilayah diluar hak dan kedaulatan islam

Ayat itu hanya bisa berlaku dalam wilayah yang didalamnya berdiri hak dan kedaulatan islam yang dalam artian wilayah itu dimenangkan oleh panji islam saja

Karena itulah Imam Ali as mengakui hak dan kedaulatan abu bakar ketika berhasil memenangkan perang baik secara politik maupun fisik kepada pemegang hak dan kedaulatan Allah yaitu para rasul rasul saksi

Maka yang berlaku adalah aturan Abu Bakar, bukan aturan islam hakiki sejatinya, begitupun saat warisan Hak dan kedaulatan Abu Bakar diwariskan kepada umar maka Imam Ali as juga mengakuinya karena penolakan itu hanya bisa dilakukan dengan jalan adu perang kembali atau hijrah meninggalkan wilayah dan jalan pertama hanya bisa dilakukan dengan adab perang,  punya pasukan dan bukan aksi bunuh massal. Yaitu dengan meminta kesediaan pasukan perang,  dan ternyata pasukan perang tidak siap.

Hal inilah yang sejatinya hendak dilakukan Imam Husain as ketika hijrah menuju irak karena pasukan disana menyatakan diri siap membela Imam Husain as tapi ternyata malah berkhianat dan bersekongkol dengan musuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar