Sapi Betina (Al-Baqarah):208 - Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan (Sempurna), dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Untuk menjadi Islam seseorang harus bersyahadat, sebelum bersyahadat seseorang harus didakwahi, itu bagi yang sebelumnya bukan Islam, makanya ada yang namanya pendakwah. Setelah didakwahi maka barulah bersyahadat
Pada masa nabi ketika nabi berdakwah beliau diikuti oleh seorang saksi dari Allah atau Rasul saksi yaitu imam Ali as
Nabi Hud:17 - Apakah (orang-orang kafir itu sama dengan) orang (Nabi Muhammad Saw) yang ada mempunyai bukti yang nyata (Al Quran) dari Tuhannya, dan diikuti pula oleh seorang saksi (Imam Ali as) dari Allah dan sebelum Al Quran itu telah ada Kitab Musa, IMAMAN dan rahmat? Mereka itu beriman kepada Al Quran. Dan barangsiapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al Quran, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya, karena itu janganlah kamu ragu-ragu terhadap Al Quran itu. Sesungguhnya (Al Quran) itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.
Ini adalah cara semua nabi pembawa syariat dalam berdakwah, contohnya Musa as kepada Fir'aun, beliau ditemani oleh seorang rasul saksi yaitu Nabi Harun as
Demikian pula ketika Nabi Muhammad Saw berdakwah kepada ahlul kitab dari kaum Yahudi dan Nasrani, beliau yang mulia (Nabi Muhammad Saw) ditemani oleh seorang rasul saksi yang mulia pula yaitu Imam Ali as, anak angkatnya sekaligus calon menantunya.
Ketika Ahlul kitab telah menerima Islam, maka mereka bersyahadat, dan kemudian mereka berdoa
Jamuan (Al-Mā'idah):83 - Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (Salah satunya Imam Ali as).
Dalam ayat ini seorang yang beriman harus menggolongkan dirinya bersama orang orang yang menjadi saksi, yaitu menjadi golongan (Syiah) Imam Ali as dan 11 IMAMAN
Karena golongan dalam bahasa Al Qur'an adalah Syiah, sebagaimana termuat dalam surat
Wainna min SYIA'TIHI li Ibrahima
Barisan-barisan (Aş-Şāffāt):83 - Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk GOLONGANNYA (Nuh).
Sehingga menjadi orang beriman wajib menjadi Syiahnya rasul saksi Imam Ali as
Untuk menjadi Syiah imam Ali as harus benar benar terwujudkan dengan baiat atau persaksian, karena itulah sayahadat harus disempurnakan dengan kalimat persaksian kepada kewalian Imam Ali, wali adalah wakil Allah dalam tugas sebagai saksi
Itu artinya syahadat menjalani dua fase, fase masuk Islam dengan ditandai oleh dua kalimat syahadat dan fase kesempurnaan Islam dengan jalan menggabungkan diri kedalam Syiah Ali as
Jamuan (Al-Mā'idah):3 - Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu AGAMAMU, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Agama mengalami fase kesempurnaan pada masa Nabi Muhammad Saw mendekati ajalnya, itu artinya sebelum fase ini Islam belum memasuki tahap kesempurnaan, kapan masuk kedalam tahap kesempurnaan? Ketika nabi meletakkan tugas kepemimpinan ummat kepada rasul saksi (Imam Ali as) untuk meneruskan tugas risalah yang telah ada
Kapan terjadinya peristiwa peletakan kepemimpinan kepada rasul saksi? Mari kita simak ulasan singkat senjarahnya yang bisa anda baca di wikishia
Berdasarkan riwayat, Nabi Muhammad saw pada 24 atau 25 Dzulkaidah tahun ke-10 bersamaan dengan ribuan orang bergerak dari Madinah ke arah Mekah untuk mengadakan manasik haji. [1] Perjalanan Rasulullah saw ini disebut dengan nama Haji Wada', hajjatul Islam dan hajjatul Balagh. Pada bulan itu, Imam Ali as pergi ke Yaman untuk bertabligh, namun ketika beliau mengetahui tentang rencana perjalanan haji Nabi Muhammad saw, maka beliau bersama beberapa sahabat lainnya bergerak ke arah Mekah dan sebelum manasik haji dimulai, ia bergabung dengan Nabi Muhammad saw. [2] Amalan haji pun selesai dan Nabi saw bersama dengan kaum Muslimin meninggalkan Mekah dan bergerak menuju Madinah.
Turunnya Ayat Tabligh
Jamuan (Al-Mā'idah):67 - Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
Kaum Muslimin yang melaksanakan ibadah haji pada hari Kamis, 18 Dzulhijjah sampai di sebuah tempat bernama Ghadir Khum dan sebelum terjadi perpisahan antara penduduk Suriah, Mesir dan Irak, rombongan malaikat Jibril dari sisi Allah swt menurunkan ayat Tabligh kepada Nabi Muhammad saw dan memerintahkannya supaya mengenalkan wali dan washi setelah wafatnya.
Setelah turunnya ayat ini, Nabi saw memerintahkan karavan haji untuk berhenti dan berkata bahwa mereka yang telah sampai di depan supaya kembali dan karavan yang masih di belakang diperintahkan untuk segera bergabung dengan karavan yang telah sampai di Ghadir Khum. [3]
Penyampaian Khutbah
Nabi Muhammad saw, setelah mengerjakan salat Zhuhur menyampaikan khutbahnya yang terkenal dengan nama Khotbah al-Ghadir. Pada Khotbah itu ia menyampaikan:
"Segala puji syukur hanya bagi Allah swt dan dari-Nya aku mohon pertolongan dan aku beriman kepada-Nya dan kami memohon pertolongan dari-Nya dari bujukan hawa nafsu yang tercela… Allah swt yang Maha Lembut dan Maha Mengetahui mengabarkan kepadaku bahwa aku akan segera kembali kepada-Nya, aku akan segera memenuhi panggilan-Nya… Aku akan datang terlebih dahulu di tepi telaga Kautsar, kemudian kalian akan memasuki telaga itu, oleh karena itu, perhatikanlah setelahku, bagaimana kalian akan memperlakukan tsaqalain, tsiql Akbar (Alquran) dan tsiql Asghar yang lain (itrahku)…."
Kemudian Rasulullah mengangkat tangan Imam Ali as sehingga orang-orang melihatnya:
"Wahai manusia!Bukankah aku lebih memiliki wilayah dan kewenangan atas kalian? Orang-orang menjawab: 'Iya, wahai Rasulullah!' Kemudian Nabi saw melanjutkan: 'Allah swt adalah waliku dan aku adalah wali kaum Mukminin dan aku lebih memiliki wilayah (otoritas) atas diri kalian sendiri. Oleh karena itu, siapa saja yang menjadikan aku sebagai pempimpinnya (maulanya), maka Ali adalah pemimpin baginya.'
Rasulullah mengulangi kalimat ini sebanyak 3 kali dan bersabda:
"Ya Allah cintailah orang-orang yang mencintai Ali dan menjadikannya sebagai maulanya dan musuhilah orang-orang yang memusihinya, tolonglah orang-orang yang menolongnya, tinggalkanlah orang yang meninggalkannya. Kemudian Nabi saw berkata kepada orang-orang: Wahai kalian yang hadir, sampaikan pesan ini kepada orang-orang yang gaib (tidak hadir)."
Ilustrasi Peristiwa Ghadir Khum
Sebelum karavan-karavan itu berpisah, Malaikat Jibril turun untuk yang kedua kalinya guna menyampaikankan ayat ke-3 surah Al-Maidah yang terkenal dengan nama ayat ikmal.
«الْیوْمَ أَکمَلْتُ لَکمْ دینَکمْ وَ أَتْمَمْتُ عَلَیکمْ نِعْمَتی وَ رَضیتُ لَکمُ الْإِسْلامَ دیناً»
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Kuridhai Islam itu menjadi agama bagimu."
Ucapan Selamat kepada Imam Ali as
Pada saat itu, orang-orang yang hadir memberikan ucapan selamat kepada Imam Ali as. Para sahabat yang pertama kali memberi ucapan kepada Imam Ali as terlebih dahulu dari pada yang lainnya adalah Abu Bakar dan Umar. Umar lalu berkata kepada Imam Ali as: "Selamat atasmu, Wahai putra Abu Thalib! Kamu telah menjadi maulaku dan maula setiap laki-laki dan perempuan beriman." [4]
Nabi Muhammad saw memerintahkan supaya kemah-kemah didirikan untuk Imam Ali as dan meminta kaum Muslimin untuk mendatangi Imam Ali as secara ramai-ramai dan mengakui Imam Ali as sebagai pemimpin bagi kaum Muslimin dan memberi salam kepadnya. Semua orang-orang, termasuk istri-istri Nabi dan para istri kaum Muslimin menjalankan perintah Nabi itu.[5]
Catatan kaki
1.Thabrisi, Ihtijāj, jld. 1, hlm. 56; Mufid, hlm. 91; Halabi, jld. 3, hlm. 308.
2. Halabi, jld. 3, hlm. 318 dan 319; Mufid, hlm. 92.
3. Nasai, hlm. 25.
4. Ahmad Hanbal, jld. 4, hlm. 281, Mufid, hlm. 94.
5.Mufid, jld. 1, hlm. 176; Qumi, jld. 1, hlm. 268; Amini, jld. 1, hlm. 9-30.
‘Ayāshi, Kitab al-Tafsir, jld. 1, hlm. 332
Tidak ada komentar:
Posting Komentar