Menetapkan satu ketetapan hukum tidak boleh mengandung kemusykilan (kemungkinan( yang lain, misalnya seseorang yang dituduh berzina lalu dirajam sampai mati maka keputusan itu harus benar benar dipastikan memang dia melakukan zina, jika tidak maka akan menciptakan kedzaliman yang lain, membunuh orang yang justru tidak berzina. Karena itulah seseorang yang menuduh orang lain berzina wajib mendatangkan 2 orang saksi laki laki atau 4 orang wanita yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri terjadinya perzinahan tersebut yaitu melihat masuknya MR P ke dalam MR V. Itu ketetapan syar'inya jika tidak maka akan memunculkan kemungkinan yang lain. Maka haram dihukum rajam sampai mati
Demikian pula penetapan Allah atas nama Ahlul bait yang tidak memasukkan istri istri nabi kedalam Ahlul bait yang disucikan Allah, karena dapat memunculkan kemusykilan yang lain, sebab istri tidak selamanya menjadi ahlul bait seseorang, ada kalanya dia berpindah keahlulbaitannya, berpindah dari satu Ahlul bait kepada ahlul bait yang lain
Ahlul bait artinya ahli rumah.
Karena itulah manakala satu wanita menikah dengan lelaki A maka dia menjadi ahlul bait A
Jika si A cerai atau suaminya meninggalkan maka dia dapat menikah dan menjadi ahlul bait orang lain
Karena itulah Allah tidak menetapkan istri kedalam ahlul bait nabi yang disucikan karena dapat menciptakan kemusykilan atau kemungkinan lain. Bisa jadi istri istri tersebut nikah lagi dan menjadi istri pihak lain maka akan menciptakan keluarga suci diluar keluarga nabi, dan ini akan melahirkan kemungkinan yang lain, penyalahgunaan derajat kesucian yang dianugerahkan Allah dalam rangka tujuan duniawi, dan ini haram
Maka ketetapan hukum harus menafikan semua kemungkinan yang paling terkecil sekalipun
Maka istri istri nabi tidak dimaksudkan Allah kedalam Ahlul bait yang disucikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar